Minggu, 05 Mei 2013

D A M A I Y E S U S


                                                                Hari Paskah VI Tahun C

Para Saudara,
Ada 2 situasi yang mewarnai masyarakat internasional, yakni: perang dan damai. Kita kadang mendengar: antara negara A dan negara B ada perang; antara negara C dan D ada damai.  Tentu saja kita menginginkan supaya yang ada adalah damai. Tetapi damai antara 2 negara, tidak berarti bahwa ke-2-nya saling mencintai, seperti dalam bahasa kitab suci. Damai masyarakat internasional pada umumnya berdasarkan atas 2 sebab, yakni:    1). karena saling membutuhkan, dan  2). karena sama-sama takut.
Misalnya: antara Indonesia dan Jepang, ada damai. Alasannya karena antar kedua negara saling membutuhan. Indonesia membutuhkan  dari Jepang, seperti: Honda, mobil, radio, tv, dlsb; sedangkan Jepang membutuhkan dari Indonesia, misalnya: minyak, kayu serta bahan-bahan mentah lainnya. Maka damai menguntungkan kedua belah pihak.   Contoh lain: Amerika dan Rusia juga dalam keadaan damai, alasan sebetulnya adalah karena sama-sama takut.  Baik Amerika maupun Rusia, tahu bahwa lawannya mempunyai begitu banyak senjata, sehingga kalau ada perang, ke-2-nya akan hancur. Karena itu, lebih baik damai saja. Jadi perasaan takut sama lain dan rasa saling membutuhkan, sering menjadi alasan adanya damai di dunia ini.


Para Saudara,
            Sebelum naik ke surga, Yesus dalam kata perpisahannya, menasehati para rasul-Nya sekaligus menjanjikan mereka damai-Nya. Tetapi, damai yang ditinggalkan Yesus, sangat berbeda dengan damai yang diberikan oleh dunia ini. Dikatakan dalam Injil tadi: “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan padamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu”.  Jadi damai Yesus, tidak berdasarkan rasa takut atau saling membutuhkan. Damai yang dijanjikan Yesus adalah kehadiran Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus dalam hati setiap orang yang percaya, yang melaksanakan perintah Allah. Barang siapa melasanakan perintah Tuhan, maka damai sejahtera yang dijanjikan Yesus, akan tinggal dalam hatinya dan mewarnai hidupnya setiap saat.
Dari pengalaman, kita menyadari bahwa tidak selalu gampang menciptakan dan mewujudkan damai. Perbedaan pendapat dan pandangan, sering menimbulkan ketegangan dan perselisihan di antara kita dan ini menjadi ancaman serius bagi tercipnya damai.  Contoh konkrit: apa yang dialami oleh Gereja muda di Antiokia, dalam bacaan I tadi.  Di Antiokia, satu pusat Gereja muda waktu itu, timbul suatu perbedaan pendapat yang hebat: orang Kristen Yahudi berpendapat bahwa untuk diselamatkan, seseorang harus mengikuti baik aturan Perjanjian Lama, maupun ajaran Yesus. Sementara orang Kristen yang bukan Yahudi berpendapat bahwa dengan mengikuti ajaran Yesus saja, sudah cukup untuk diselamatkan.
Tetapi mereka segera menyadari pertengkaran ini bisa mengancam damai dan cinta kasih yang telah diwariskan oleh Yesus.  Karena itu, dengan rendah hati, mereka menyerahkan persoalan mereka ke pihak luar, yang dianggap bijaksana dan mempunyai roh dan semangat Yesus, yaitu para rasul di Yerusalem. Para rasul memutuskan bahwa hanya dengan mengikuti perintah Yesus, sudah cukup untuk diselamatkan; dengan catatan bahwa yang bukan Yahudi, hendaknya solider dan menjaga jangan sampai perasaan pihak Yahudi tersinggung. Para murid di Antiokia dengan senang hati menerima keputusan itu dan kembali hidup dalam damai sebagai saudara.

Para Saudara,
            Kita pun hidup bersama dengan orang lain; apakah itu sebagai keluarga, umat lingkungan dan sebagai umat Paroki. Pasti kita tidak terlepas dari gesekan-gesekan dan ketidak-sesuaian pandangan. Ini adalah wajar.  Yang kita waspadai adalah manakala ada persoalan, kita mencari solusi sendiri;  kita omong sana omong sini; kirim SMS gelap, surat kaleng, dlsb. Cara-cara seperti ini tentu tidak baik dan tidak kristiani. Satu hal harus kita ingat: janganlah persoalan-persoalan itu sampai menguasai, melumpuhkan bahkan mematikan kebersamaan dan persaudaraan kita. Sebaiknya kita bersikap seperti Gereja muda di Antiokia; kita membicarakan persoalan kita secara terbuka atau menghadirkan pihak lain yang kita yakini mempunyai roh dan semangat pemersatu. Tujuan kita bukan untuk membenarkan pandangan kita, tetapi lebih untuk mencari kehendak Tuhan; mencari damai Yesus, karena hanya itulah yang mampu membawa kita pada kebahagiaan dan keselamatan kekal. Amen. (Sibolga/Katedral/05-05-2013/Sam) ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar