Hari Minggu
Prapaskah V Tahun C
Para saudara,
Seorang rekan pastor yang berkarya
di Selandia Baru, pernah menceritakan pengalamannya berikut ini. Suatu hari,
seorang ibu muda datang kepadanya dan meminta untuk memberkati sebuah gedung
yang baru direnovasi. Ketika ditanya gedung apa itu, sang ibu dengan sedikit
malu-malu menjawab, “Panti pijat, Pastor”. Sang Pastor, serba salah menanggapi
permintaan ibu itu: memberkati panti pijat yang tak lain adalah rumah pelacuran
atau menolaknya. Setelah menimbang-nimbang,
akhirnya pastor tadi memutuskan untuk pergi memberkati panti pijat itu. Dia
ingin memberi kesan bahwa Gereja tidak cuma memperhatikan orang yang baik-baik
saja tetapi juga pendosa. Pemberkatan pun berlangsung dengan lancar. Hal
yang mengherankan pastor itu, takkala dia keliling mereciki dengan air suci,
yakni bahwa di tiap-tiap kamar ada salib. Selesai pemberkatan, salah seorang
penghuni panti pijat itu berkata: “Mungkin Pastor berpikir bahwa kami lupa sama
Tuhan. Tidak. Sekali pun kami berdosa, kami tetap berdoa dengan cara kami
sendiri. Kami juga tidak senang berada di sini.
Namun tidak ada jalan lain. Kami juga berharap bahwa kami tidak
selamanya berada di sini. Kadang-kadang kami juga ikut misa pada hari Minggu,
dan biasanya kami duduk di bagian belakang karena kami malu terhadap Tuhan dan
kami sangat mengharapkan belas kasihan-Nya”. Mendengar itu, pastor tadi merasa terharu dan kecil di hadapan
mereka. Dia pun yakin bahwa mereka-mereka itu pasti mendapat belas kasih Tuhan.
Pastor itu, teringat kata-kata Yesus, “Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya para pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului
kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Mat 21:31).