Hari Minggu
Prapaskah V Tahun C
Para saudara,
Seorang rekan pastor yang berkarya
di Selandia Baru, pernah menceritakan pengalamannya berikut ini. Suatu hari,
seorang ibu muda datang kepadanya dan meminta untuk memberkati sebuah gedung
yang baru direnovasi. Ketika ditanya gedung apa itu, sang ibu dengan sedikit
malu-malu menjawab, “Panti pijat, Pastor”. Sang Pastor, serba salah menanggapi
permintaan ibu itu: memberkati panti pijat yang tak lain adalah rumah pelacuran
atau menolaknya. Setelah menimbang-nimbang,
akhirnya pastor tadi memutuskan untuk pergi memberkati panti pijat itu. Dia
ingin memberi kesan bahwa Gereja tidak cuma memperhatikan orang yang baik-baik
saja tetapi juga pendosa. Pemberkatan pun berlangsung dengan lancar. Hal
yang mengherankan pastor itu, takkala dia keliling mereciki dengan air suci,
yakni bahwa di tiap-tiap kamar ada salib. Selesai pemberkatan, salah seorang
penghuni panti pijat itu berkata: “Mungkin Pastor berpikir bahwa kami lupa sama
Tuhan. Tidak. Sekali pun kami berdosa, kami tetap berdoa dengan cara kami
sendiri. Kami juga tidak senang berada di sini.
Namun tidak ada jalan lain. Kami juga berharap bahwa kami tidak
selamanya berada di sini. Kadang-kadang kami juga ikut misa pada hari Minggu,
dan biasanya kami duduk di bagian belakang karena kami malu terhadap Tuhan dan
kami sangat mengharapkan belas kasihan-Nya”. Mendengar itu, pastor tadi merasa terharu dan kecil di hadapan
mereka. Dia pun yakin bahwa mereka-mereka itu pasti mendapat belas kasih Tuhan.
Pastor itu, teringat kata-kata Yesus, “Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya para pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului
kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Mat 21:31).
Para saudara,
Pengalaman serupa juga kita dengar
dalam bacaan Injil tadi, terjadi pada perempuan yang tertangkap basah melakukan
perbuatan zinah. Dia diseret di hadapan
Yesus, bukan karena mereka tidak tahu apa yang harus mereka berbuat, tetapi
hanya sekedar mencobai dan menyudutkan Yesus. Kalau Dia menjawab bahwa
perempuan itu harus dibunuh maka Dia kehilangan reputasi-Nya sebagai sahabat
orang berdosa. Kalau Dia membiarkan wanita itu makan Dia melawan hukum Taurat.
Tetapi
jawaban Yesus menempatkan orang-orang yang menyeret perempuan itu di dalam
posisi yang sulit. “Barang siapa di
antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu pada
perempuan itu”. Siapa tidak berdosa?
Mungkin kaum Farisi dan para Ahli Taurat malu sendiri mendengar kata-kata Yesus
itu, sehingga satu persatu mereka pergi. Lalu Yesus berkata kepada perempuan
itu: “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi”. Bagi
perempuan itu: Yesus adalah perpanjangan belas kasih Allah yang memberinya
harapan. Pengampunan Yesus ini membangkitkan semangat dalam dirinya untuk
menata kehidupannya: meninggalkan masa lalunya
dan menghidupi masa depan yang telah dicipta secara baru oleh Tuhan.
Para saudara,
Dalam
bacaan I tadi kita mendengar firman Tuhan melalui nabi Yesaya: “Janganlah ingat-ingat hal-hal yang dahulu,
dan janganlah perhatikan hal-hal yang dari zaman purbakala! Lihat, Aku hendak
membuat sesuatu yang baru...” Umat Israel memang kerap kali mengalami masa-masa
suram: misalnya pengalaman di pembuangan, perbudakan di Mesir, dlsb. Tetapi Allah
memiliki kuasa untuk membarui umat-Nya. Dikatakan tadi: Allah akan membuat
jalan melalui laut, membuat jalan di padang gurun, sungai-sungai di padang belantara dan memberi
mereka sumber-sumber air yang menghidupkan.
Bagaimana
firman Tuhan ini berbicara dalam situasi kita? Kita dapat menjadi orang banyak
dalam cerita tadi: suka menghakimi sesama dan menganggap diri lebih saleh. Sebaliknya, kita pun bisa menjadi
seperti perempuan itu yang dengan rendah hati mengakui kesalahannya dan
membutuhkan belas kasih dan pengampunan dari Tuhan. Marilah kita berpikir
positif melihat diri kita dan sesama kita. “Seberapa
buruk, nista dan kotor masa lalu seseorang, masa depannya masih bersih”,
kata Mario Teguh, dalam Golden Ways. Marilah kita menyadari diri sebagai orang
berdosa: seperti para penghuni panti pijat dalam cerita tadi; atau seperti
wanita dalam Injil tadi. Kita bertobat dan mohon pengampunan dari Tuhan. Jika kita
memiliki sikap ini, maka Tuhan bisa membarui kita, seperti Allah akan membarui
umat Israel, dalam bacaan I tadi, atau seperti Yesus yang mengampuni wanita
yang berdosa. Pengampunan membawa kita pada suka-cita dan kegembiraan. (Sibolga/Katedral//17-03-2013/Sam Gulô).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar