Minggu, 25 Desember 2011

Tidak Tahu Menerima

Hari Raya Natal – Tahun B

Suatu saat, terjadilah bencana alam di salah satu desa terpencil. Rumah-rumah roboh, tanaman para warga hancur, binatang piaraan semua mati. Pendek kata, kehidupan kampung dalam sekejab hancur berantakan. Tentu saja orang-orang desa sangat membutuhkan uluran tangan. Maka, bantuan pun berdatangan dari mana-mana. Ada ratusan zak semen, bahan-bahan makanan pokok, pakaian bekas layak pakai, dlsb, sebagai tanda solidaritas sesama warga.

            Tetapi apa yg terjadi? Bantuan yang dikirim hanya sekitar 10% yang sampai kepada para korban. Yang terjadi adalah ada segelintir orang yang menuai dalam situasi ini. Ratusan zak semen masih berada di gudang Bpk Kades; bahan2 sembako tertahan di rumah-rumah aparat desa dan panitia bencana yang telah dibentuk.  Lebih parah lagi, ada oknum panitia bencana, malah menjual kembali bahan-bahan sembako itu kepada siapa yang mau membeli, termasuk kepada para korban. Inilah realitas masyarakat kita, terhadap berbagai peluang dan kemungkinan yang seharusnya menjadi hak dan milik kita,  kita tidak tahu menerima.

Para saudara,
Sikap tidak tahu menerima, juga bisa kita saksikan dalam tahapan-tahapan sejarah keselamatan  Allah bagi manusia. Sejak peristiwa adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, manusia tertimpa bencana besar. Tetapi Allah tidak mau kalau manusia tetap berada di bawah perhambaan dosa. Allah berkali-kali mengutus para nabi;  yang menjadi perpanjangan tangan-Nya atau penyambung lidah-Nya bagi manusia supaya beroleh keselamatan. Tetapi manusia tetap tidak tertolong; mereka ‘tidak tahu menerima’ bantuan yang diberikan  oleh Allah; mereka lebih senang hidup dalam lembah dosa.
            Akhirnya, Allah sendiri turun tangan.  Peristiwa Sabda menjadi  daging atau Allah menjadi manusia dalam diri Yesus, yang dilahirkan oleh perawan Maria, adalah karya dan usaha Mahabesar Allah untuk menolong manusia sekaligus sebagai bukti cinta Allah yang paling agung atas kita umat-Nya.  Inilah sesungguhnya inti perayaan Natal, yang kita rayakan setiap tahun.

Para saudara,
Kita saksikan juga, sejak awal, terhadap uluran tangan Tuhan itu, manusia telah menunjukkan sikap “tidak tahu menerima’. Lihat saja: tidak ada rumah yang mau menampung Maria di Betlehem yang mau melahirkan Yesus, terpaksa Maria melahirkan Bayinya di kandang binatang. Sangat mengenaskan! Yesus yang kecil, sudah diancam Herodes karena dianggap sebagai saingan politiknya kelak.
Sikap “tidak tahu menerima” berbahaya untuk perkembangan hidup beriman kita. Tuhan mau menolong, tetapi kita masa bodoh saja. Ada banyak cara dimana Tuhan datang hendak menolong kita: lewat sesama, lewat usaha kita, lewat peristiwa hidup harian kita yang kadang tak terduga, tetapi  kita sering masa bodoh saja. Peristiwa Natal ini mengingatkan kita kembali bahwa Allah telah sudi mendatangi kita dalam situasi hidup kita sekarang ini.

Para saudara,
Marilah kita menyediakan diri menjadi Betlehem kota Kelahiran Yesus; sediakan hati menjadi palungan "Bayi Yesus".  Beranilah menjadi LILIN NATAL yang menerbitkan cahaya, harapan, iman dan sukacita; menjadi "penebus" bagi yang lain dengan menegakkan kebenaran, keadilan, kebaikan dan keindahan;  menjadi ‘mesias’ yang membawa diri kita dan orang lain menuju keselamatan. Tuhan Yesus, aku bersyukur, karena Engkau lahir dalam hatiku. Amin.
(Katedral/P. Sam Gulô Pr.)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar