Hari Minggu Adven II – Tahun B
Saya sudah berkali-kali punya pengalaman tersesat di jalan tak kala tourne ke Stasi. Sekitar 8 tahun lalu, ketika masih bertugas di Paroki Padangsidimpuan, saya mengunjungi satu stasi namanya Aek Tandihat (di gunung). Memang ada 2 orang disuruh oleh vorhanger menjemput kami, tapi ketika sampai di simpang, keduanya asyik menonton televisi di salah satu warung dan tidak tahu ketika kami lewat. Karena kami lihat tidak ada orang yang menjemput, kami jalan trus. Di tengah perjalanan, kami bertemu seseorang dan bertanya kepadanya di mana letak stasi Aek Tandihat. Dan ia mengatakan sebagai berikut, “Kalian ikuti saja jalan utama ini, kemudian berbeloklah ke kanan lalu lurus kemudian berbelok ke kiri, ada sungai baru sampai di Gereja.
Saya kira mendengar semua itu, bukan hanya saya yang bingung, anda juga barangkali bingung. Memang akhirnya berhasil sampai di stasi itu tetapi setelah beberapa jam. Kaki sudah pegal, badan penuh keringat dan hati jadi dongkol. Sama-sama salah: vorhanger bersalah karena dia menyuruh anak-anak yan masih suka main-main; kedua anak itu ber salah karena lalai melaksanakan tugas dan kami juga ikut bersalah karena tidak sabar menunggu. Akhirnya, harus menanggung akibatnya: jalan berjam2, keliling2 karena tidak tahu jalan. Yang seharusnya bisa ditempuh dalam 2 Jam, jadinya kami tempuh selama 4 jam.
Para saudara,
Jalan menuju Tuhan mula-mula lurus. Tetapi manusia telah mengganggu jalan itu dengan tumpukan dosa, sehingga terasa jauh dan berbelok-belok. Ingat peristiwa Adam dan Hawa ketika jatuh dalam dosa, yang berakhir dengan pengusiran mereka di taman Eden (Lih. Kej. 3: 1-24). Kita ingat juga, sejarah keselamatan pertama sekali ditawarkan kepada bangsa Israel, tetapi oleh karena dosa-dosa dan pelanggaran mereka, keselamatan telah dialihkan dan sampai kepada bangsa-bangsa lain (Lih. Roma 11: 11-24). Jadi dosa manusia menyebabkan jalan menuju Tuhan semakin panjang, lorong semakin banyak dan membingungkan.
Dalam bacaan I dan bacaan Injil tadi, kita mendengar seruan Yohanes Pembaptis di padang gurun: “Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk Tuhan, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah! Setiap lembah harus ditutup, dan setiap gunung dan bukit diratakan, tanah yang berbukit-bukit harus menjadi tanah yang rata, dan tanah yang berlekut-lekuk menjadi dataran…”. Meluruskan jalan Tuhan sama dengan memperpendek jarak dengan Tuhan, membuat Tuhan semakin gampang didekati. Ada begitu banyak hal yang membuat jalan Tuhan semakin jauh dan berbelok-belok, antara lain: kesombongan, kemunafikan, egoisme, permusuhan, dendam, amarah, persundalan dan perselingkuhan, dlsb.
Para saudara,
Yohanes Pembaptis menawarkan satu cara yang terbaik untuk menggusur rintangan-rintangan dan meluruskan lorong-lorong dan jalan-jalan itu yakni: PERTOBATAN. Dia mengatakan: “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu”. Kemudian St. Petrus, dalam bacaan II, menekankan supaya kita BERDAMAI dengan Tuhan. Berdamai dengan Tuhan, maksudnya hidup tidak bercacat dan tidak bernoda di hadapan-Nya.
Hari minggu ini adalah hari Minggu Adven II. Yohanes Pembaptis dan St. Petrus mengajak kita supaya bertobat dan berdamai dengan Tuhan: meruntuhkan gunung kesombongan, kemunafikan dan egoisme; mengikis sikap amarah, dendam dan permusuhan; menjauhkan persundalan dan perselingkuhan serta hidup tidak bercacat dan tidak bernoda di hadapan-Nya. Bertobat dan berdamai dengan Tuhan, merupakan hal yang harus kita lakukan untuk mempersiapkan diri menantikan kedatangan-Nya yang akan membawa keselamatan bagi kita yang percaya, hidup bahagia di langit dan bumi yang baru.
(Katedral / P. Sam Gulô Pr.)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar