Minggu, 28 Oktober 2012

Semoga Aku Bisa Melihat



Hari Minggu Biasa XXX Tahun B

Para saudara,
Konon kabarnya, ada seorang gadis yang tinggal di daerah Perbatasan: ia sangat cantik tetapi sayang matanya buta. Pada umur 17 tahun, ia pernah menderita sakit gigi, kemudian kena infeksi lalu menyerang bagian saraf, yang membuatnya jadi buta. Orang tuanya berusaha keras supaya putri mereka bisa sembuh. Jalan terakhir yang ditempuh adalah operasi di Rumah Sakit. Dalam proses operasi mata ini, ia selalu dibantu oleh seorang pemuda, yang selalu memberi semangat dan dorongan kepadanya supaya tetap semangat. Tetapi sayang sekali, pemuda ini tampangnya sangat jelek: mukanya bopeng, hidungnya pesek, dll.
Gadis buta ini sangat terkesan dengan pemuda ini, sehingga  ia  jatuh hati kepada pemuda itu. Mereka pun akhirnya saling jatuh cinta. Selama proses penyembuhan, sang pemuda  antara gembira dan cemas. Cemas karena dia berpikir setelah gadis itu bisa melihat nanti, pasti ia akan melihat tampangnya yang jelek, dan dengan demikian akan meninggalkannya. Waktu gadis itu sembuh dan dapat melihat, ia meluapkan kegembiraan hatinya dengan memeluk dan mencium kekasihnya. Pemuda itu terharu dan berkata: “Saya kira sesudah engkau melihat tampangku yang jelek, engkau akan meninggalkan saya”. Tetapi si gadis menjawab: “Saya sudah melihat engkau dengan HATI sebelum saya melihat engkau dengan mata”.


Para saudara,
Melihat dengan HATI jauh lebih penting daripada melihat dengan mata. Hari Kamis yang lalu, beberapa petugas pastoral kita mengikuti seminar dalam rangka Pembukaan Tahun Iman. Ada muncul istilah dalam seminar itu: iman objektif dan iman subjektif. Iman objektif adalah kebenaran iman yang tak terbantahkan, mis paham tentang sakramen, Gereja, dlsb. Sedangkan iman subjektif adalah iman yang berdasarkan pemahaman dangkal seseorang, mis orang yang berpendapat bahwa tidak perlu ke Gereja pada hari Minggu, di rumah juga bisa berdoa. Dia tidak tahu bahwa imannya itu dia terima dari Gereja dan harus dihayati serta dirayakan dalam Gereja. Iman objektif bisa dibandingkan dengan melihat dengan hati, sedangkan iman subjektif, bisa dibandingkan dengan melihat dengan mata.
            Dalam bacaan Injil tadi, kita mendengar kisah Bartimeus yang disembuhkan oleh Yesus. Bartimeus seorang buta, ia tidak dapat melihat Yesus dengan matanya, tetapi dengan MATA HATINYA ia percaya bahwa Yesus bisa berbuat sesuatu untuk dia. Karena itu ia berseru: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!”.  Yesus memang menyembuhkan matanya. Ia dapat melihat dunia. Yang menjadi pesan penting dalam kisah ini adalah: Bartimeus Percaya, maka ia melihat Yesus, setelah itu ia mengikuti Yesus, mengikuti Tuhan.

Para saudara,
Bacaan pertama tadi, konteksnya adalah kehidupan bangsa Israel yang menderita di daerah pembuangan, Babel. Ini menjadi masa gelap bagi sejarah bangsa Israel. Mereka patah semangat dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Tetapi bagi nabi Yeremia, tidak demikian. Nabi Yeremia, bisa melihat dengan mata hatinya,  dengan mata religiusnya, bahwa ada harapan ke depan jika Israel bertobat kepada Allah. Nabi Yeremia menubuatkan bahwa  Allah sendiri yang akan memimpin mereka kembali ke tanah airnya dan membuat mereka senang dan bahagia. Benar juga, kelak pada masa pemerintahan Koresh, raja Persia itu, mengalahkan kerajaan Babel. Dengan demikian, nubuat Yeremia itu menjadi terpenuhi: umat Israel diizinkan keluar dari pembuangan dan pulang ke negerinya.
Dalam banyak hal kita pun buta, seperti  gadis dalam cerita tadi dan seperti Bartimeus. Kita buta: kadang tidak bisa membedakan mana yang benar, layak dan pantas, dan mana yang salah serta tidak semestinya.      Pada hari Minggu: sebaiknya pergi ke Gereja atau jalan-jalan, ikut pesta adat dan kesenangan pribadi. Kalau mengikuti perayaan misa di Gereja: sebaiknya berdoa dan mendengar Sabda Tuhan, atau bicara-bicara dengan teman, keluar masuk serta sibuk berhandphoneria. Kita mengikuti ajakan nabi Yeremia terhadap  umat Israel supaya bertobat. Jika kita bertobat maka keselamatan yang sama, yang telah dialami oleh umat Israel, memperoleh kemerdekaannya, yakni kembali ke tanah airnya, juga merupakan pengalaman kita. Dan akhirnya: kita butuh doa Bartimeus: “Yesus Putera Daud, kasihanilah aku! Rabuni, supaya aku dapat melihat!”. Tidak pertama-tama melihat dengan mata fisik, tetapi melihat dengan mata hati dan mata nurani, sehingga kita sanggup berjalan mengikuti Yesus, mengikuti Tuhan  dengan lebih setia. (Katedral/P. Sam GulĂ´/28-10-2012).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar