Hari Minggu Biasa XXIX Tahun B / Hari Minggu MISI
Para Saudara,
Barangkali
kita pernah membaca semboyan-semboyan dari sebuah perusahaan, kantor swasta
atau pun mpemerintah, yang biasanya dipasang di tempat-tempat strategis supaya
bisa dibaca semua orang, atau bahkan bagi yang punya duit, bisa dimasukkan sebagai iklan di televisi, misalnya berbunyi: “Kami
Melayani Anda!”, “Kami Hadir Untuk Anda”,
“Anda Senang Kami Bangga”, “Hidup Kami Adalah Pelayanan”, dan masih
banyak semboyan lain lagi, yang semuanya baik, indah dan mentereng.
Itu
adalah sebuah semboyan, walaupun dalam realitasnya belum tentu demikian. Yang kita
rasakan, jika ada keperluan kita di salah satu kantor: ada tips, ada uang pelicin,
maka pelayanan menjadi lancar. Jadi sering sekali, semboyan-semboyan indah itu,
tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Jika kita mengurus
surat-surat, misalnya, harus melewati beberapa pintu dan pintu-pintu itu adalah
uang semua. Pertanyaannya: dimana semangat dan jiwa pelayanan kita? Kalau bisa
1 pintu, kenapa harus berpintu-pintu? Di Gereja kita, tidak terjadi hal seperti
itu. Mengurus surat-surat di kantor Paroki, misalnya, cukup 1 pintu saja.
Para Saudara,
Bacaan-bacaan
Kitab Suci pada hari Minggu Misi ini, mengajak kita untuk menjadi pelayan yang
rendah hari. Dalam bacaan I tadi, ditampilkan sosok Hamba Yahwe atau Hamba
Tuhan yang rela menanggung sengsara demi orang lain. “Apa bila ia menyerahkan dirinya sebagai kurban pepulih, ia akan
melihat keturunannya, umurnya akan lanjut dan kehendak Tuhan akan terlaksana
olehnya”. Begitulah sosok pribadi
Hamba Yahwe atau Tuhan: mengorbankan diri demi orang lain.
Hal
yang sama ditekankan Yesus dalam bacaan Injil. Orang yang mau menjadi pemimpin
harus rela menjadi pelayan. Wibawa dibangun bukan dengan duduk di atas takhta
dan berkuasa atas yang lain, melainkan dengan memberi diri kepada yang lain.
Orang yang ingin menjadi yang pertama harus rela menjadi yang terakhir. Itulah
spiritualitas pelayanan yang diwariskan Yesus kepada para murid dan kepada kita
semua.
Oleh
karena itu, Yesus mencela permintaan dua bersaudara, Yakobus dan Yohanes.
Mereka meminta jaminan kepada Yesus agar mereka bisa menduduki takhta di kiri
kanan Yesus. Disini menjadi tampak bahwa kedua murid itu, belum sungguh
memahami semangat dan cita-cita Yesus, Sang Guru. Yesus berkata kepada mereka: “Putera Manusia datang bukan untuk
dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya sebagai
tebusan bagi semua orang”.
Para saudara,
Kalau
kita perhatikan, semangat pelayanan itu sudah mulai memudar dalam kehidupan
bermasyarakat bahkan dalam Gereja kita
sekarang. Banyak pemimpin tidak lagi melayani dengan tulus. Jabatan tidak
dikaitkan dengan pelayanan tetapi dengan kuasa. Orang yang mempunyai jabatan
seolah-olah merasa diri berhak memeras orang lain. Yesus menanamkan semangat
yang sebaliknya: hidup melayani!
Sekarang
pertanyaannya adalah: bagaimana caranya kita melayani? Kita melayani sesuai
dengan profesi kita masing-masing. Seorang
guru: semangat pelayanannya tampak kalau ia mempersiapkan bahan-bahan
pengajarannya, mengajar dan mendidik para siswanya dengan baik. Orang
yang bekerja di pemerintahan, semangat pelayanannya tampak kalau ia membantu masyarakat
dengan tulus ikhlas. Para pengurus
lingkungan, semangat pelayanan mereka tampak kalau mereka dengan rela mengurus
lingkungannya dengan baik dan menyampaikan kebijakan-kebijakan Paroki di
lingkungannya. Pelayanan para pastor di mana terlihat?
Pelayan
para pastor bisa dilihat dalam 3 bidang: mengajar: berkatekese, berkotbah, dlsb. Menguduskan:
merayakan sakramen-sakramen, devosi-devosi, dlsb. Menggembalakan: memimpin, dlsb. Sorang pastor yang pandai bertani, rajin
menggali parit pastoran / gereja, berbakat
di bidang politik, dlsb, itu boleh-boleh saja, tapi bukan sebagai ukuran semangat
pelayan seorang pastor. Gereja tidak meminta dan menuntut kepada seorang pastor
melakukan hal-hal itu. Jadi pelayanan yang dimaksud adalah: melayani sesuai
dengan profesi serta tugas dan kewajiban yang melekat pada profesi itu. Marilah
pada Minggu Misi ini, kita mohon rahmat Tuhan agar kita mampu menjadi hamba
Tuhan, yang rela berkurban dan menderita, demi pelayanan kita kepada sesama, masyarakat
dan Gereja. (Katedral/P. Sam Gulô/21-10-2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar