Hari Minggu
Biasa XXV Tahun B
Para saudara,
Pada
suatu hari, sekelompok binatang, berkumpul di lapangan. Binatang-binatang
tersebut berkumpul dengan tujuan hendak menyaksikan adu kepandaian antara katak dan kerbau. Sang katak yang tidak melihat kemampuannya dan keadaan
dirinya, mengajak kerbau besar untuk saling membesarkan perut sebesar mungkin.
Siapa yang menang akan mendapat hadiah yang menarik, yakni menjadi kepala
security di daerah perbatasan. Rupanya, tantangan katak diterima dengan baik
oleh kerbau.
Mula-mula kerbau membesarkan perutnya semampunya. Setelah kerbau selesai, katak pun memulai
aksinya; membesarkan perut dengan sekuat mungkin, tetapi tidak disesuaikan
dengan keadaan perutnya. Dengan dilandasi sifat ingin dipuji dan mengalahkan
kerbau; perut katak mulai membesar, … mengecil, … agak besar, besar, … dan
prak…. Karena tidak mengingat
kemampuannya, katak mati dengan perut terpecah. Sungguh sangat mengenaskan.
Itu
hanya sekedar contoh saja! Sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari, ada banyak
orang yang sering berperilaku seperti katak tadi. Kita sering bertindak di luar
kemampuan kita, dengan maksud supaya kita dipuji dan disoraki orang; untuk
menunjukkan bahwa kita pun bisa! Kalau dia
bisa, kenapa saya tidak?! Kalau kerbau bisa memiliki perut besar, maka katak
pun merasa bisa memiliki perut sebesar itu.
Para saudara,
Para
murid juga pernah dirasuki sikap ini, seperti yang kita dengar dalam Injil
tadi. Di tengah perjalanan, ketika sedang melintasi daerah Galilea; mereka
bertengkar soal siapa yang terbesar di antara mereka. Masing-masing merasa diri
bisa, mampu, punya kelebihan dan keunggulan, dan karena itu juga merasa diri
pantas sebagai pemimpin dan komando kelompok.
Yesus tahu kalau ada ketegangan di antara para murid. Maka Ia mengambil
seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah dan berkata: “Barangsiapa menyambut seorang anak seperti
ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku
yang disambutnya, melainkan Dia yang mengutus Aku”.
Dengan
melakukan seperti itu, Yesus mengharapkan agar para murid-Nya, punya sifat
seperti anak-anak. Bukan anak-anak dalam
arti harafiah, tetapi anak-anak dalam arti simbolis, rendah hati, sabar dan mau
melayani. Ini yang lebih penting! Yesus menjauhkan para murid-Nya dari sikap
saling memata-matai, saling mengalahkan dan saling menaklukan. Sebab sikap saling memata-matai, saling
mengalahkan dan saling menaklukan, merupakan pekerjaan orang-orang jahat.
Itulah yang diungkapkan dalam bacaan I tadi, orang-orang jahat bermufakat menjatuhkan orang-orang benar: “Mari kita hadang si jujur dan kita lihat
apakah benar perkataannya, serta kita saksikan bagaimana kematianannya”. Jadi
orang-orang jahat ini menginginkan kehancuran dan kematian bagi orang-orang
jujur atau orang lain. Ini sungguh suatu sikap yang tidak terpuji. Seharusnya
sebagai manusia, kita menginginkan kebaikan dan keselamatan bagi sesama, dan
bukan kehancurannya.
Para saudara,
Kita
masing-masing memiliki tugas, fungsi dan jabatan tertentu. Bahwa ada yang
menjadi pemimpin, ketua dan kepala,
tetapi ada pula yang dipimpin,
menjadi anggota serta bawahan. Ada yang ditokohkan atau dituakan karena
kharismanya, tetapi ada pula yang menjadi rakyat biasa. Itu realitas yang tidak
bisa dihindari. Tetapi bagi kita
orang Kristen, jabatan dan kedudukan apa pun, hal itu bukan untuk menyombongkan
diri, bukan untuk main kuasa, bukan untuk menekan, mengalahkan, apa lagi untuk
menjajah orang lain. Itu semua harus kita
lihat dalam bingkai dan sisi pelayanan. Dengan kata lain, fungsi-fungsi dan
pekerjaan apa pun, bagi kita, hanya bermakna dan berarti sejauh kita mampu
memanfaatkannya sebagai sarana pelayanan bagi sesama dan bagi Tuhan.
Kata-kata
Yesus kepada para murid-Nya: “Jika seorang ingin menjadi yang terdahulu,
hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya”. Pagi
ini, Yesus meminta kita, atau sekurang-kurangnya mengingatkan kita, supaya memandang
dan menjadikan seluruh tugas, aktifitas dan karya kita sebagai sarana
pelayanan. Pelayanan yang disertai dengan sikap jujur, terbuka dan rendah hati,
seperti Yesus sendiri. Apakah kita berusaha untuk sehati dan sejiwa dengan
Yesus? Ini kita mohonkan dalam perayaan Ekaristi suci hari ini, yang merupakan
korban Kristus sendiri. (Katedral/P. Sam GulĂ´/23-09-2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar