Hari Minggu Pentakosta – Tahun A
Para
Saudara,
Seorang ahli sosiologi yang paling
berpengaruh dewasa ini, Anthony Giddens,
dalam salah satu bukunya, ia mengatakan: “Dunia kita sekarang ini sedang berada dalam
keadaan lepas kendali”. Dunia yang lepas kendali itu terjadi akibat pengaruh
globalisasi, yang sering memunculkan
inmplikasi-implikasi negatif, karena kita belum siap betul menerimanya. Situasi
ini, semakin diperparah oleh badai krisis yang melanda bangsa kita. Tahun 2014
ini disebut juga sebagai tahun politik. Kita baru saja melewati pileg dan
sebentar lagi Pilpres, pada 09 Juli mendatang. Pertarungan antara kubu Prabowo
dan Jokowi semakin memanas. Saling memfitnah dan menjelek-jelekkan, sudah merupakan
menu harian. Orang-orang yang kita anggap
sebagai tokoh, justru sering membuat statement yang memecah-belah.
Dalam beberapa hari terakhir ini, ada 2
penyerangan terhadap Gereja. Hari Kamis, 29 Mei lalu, dialami oleh umat Katolik
yang sedang khusuk berdoa Rosario, tiba-tiba mereka diserang oleh sekelompok
orang. Dan pada hari Minggu lalu, 1 Juni lalu, dialami oleh salah satu
denominasi Gereja Protestan, beberapa orang merusak Gereja dan rumah pendeta. Ini
hanya sekelumit dari sekian rentetan peristiwa yang mencederai kesatuan kita sebagai anak bangsa. Dengan
demikian, apa yang sudah diprediksi oleh Anthony
Giddens, sudah menjadi kenyataan.
Para
Saudara,
Sebetulnya, bibit-bibit perpecahan,
kesombongan dan kekerasan, sudah sejak dahulu tertanam pada diri manusia. Kota
Babel, tercerai-beraikan karena kesombongan manusia, yang ingin menyaingi
manuisia. Maka Tuhan mencerai-beraikan mereka,
bahasa mereka dikacaukan, sehingga mereka menjadi tidak saling mengerti satu
sama lain. Sejarah Babel, merupakan sejarah kekacauan manusia.
Tetapi pertikaian dan perpecahan
tidak berlangsung lama. Turunnya Roh Kudus pada hari Pentakosta, seperti
dikisahkan dalam bacaan I tadi, merupakan suatu landasan baru, dimana manusia
menjadi saling mengerti, meskipun mereka berasal dari daerah berbeda. Mengapa
mereka saling mengerti? Karena mereka memakai bahasa yang SATU dan SAMA, yakni bahasa cinta. Cinta itu: mempersatukan, menghilangkan sekat-sekat, garis pemisah
antar-kelompok dan golongan.
Para
Saudara,
Sejak peristiwa Pentakosta, dalam waktu singkat, pewartaan
tentang Kerajaan Allah, kerajaan Cinta, menyebar di mana-mana, yang dikobarkan
oleh para rasul dan para murid. Dan buah-buah karya Roh Kudus itu, bisa kita
lihat gejala-gejalanya dalam berbagai peristiwa:
o
Dimana ada cinta, dimana ada damai dan
keadilan, di situlah Roh Kudus hadir dan berkarya;
o
Tak kala ada orang yang berani memperjuangkan
nilai-nilai kemanusiaan dan moral, itu
merupakan karya Roh Kudus;
o
Tak kala ada sikap saling mengerti,
saling menolong, saling berbagi, mau berdamai
dengan sesama dlsb, itu merupakan karya
Roh Kudus.
Semoga peristiwa Pentakosta, yang
kita rayakan hari ini, suatu kesempatan baik bagi kita untuk lebih menyadari
bahwa, walaupun kita berbeda-beda, tetapi berkat Pembaptisan, kita menjadi satu
tubuh dalam satu roh, begitu bahasa rasul Paulus dalam bacaan II tadi. Karena
itu, kita memiliki missi yang sama, yakni:
menjadi DUTA CINTA. Pada hari ini, dengan penyertaan
Roh Kudus, Yesus mengutus kita: “Sama
seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga
sekarang Aku mengutus kamu”. Missi pewartaan ini, hanya bisa
berhasil, kalau kita memiliki bahasa yang satu dan sama, yakni: bahasa roh atau
bahasa cinta, sehingga kita saling mengerti dan saling memahami. Inilah makna
terdalam dari Pentakosta itu. (Katedral: Sarudik/08 Juni/P. Sam
Gulô).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar