Minggu, 15 April 2012

Terlalu Cepat Percaya

Hari Minggu Paskah II- Tahun B

Para saudara,
Santi (bukan nama sebenarnya), seorang perempuan yang kurang beruntung. Suaminya, sudah 5 tahun yang lalu merantau ke Torganda, belum juga kembali. Mula-mula masih mengirim berita melalui SMS atau telpon. Tetapi lama-kelamaan, telpon dan SMS tidak muncul lagi. Kalau dihubungi selalu sibuk atau diluar jangkauan. Tampaknya dia sudah mengganti kartunya.  Desas-desus pun mulai muncul: sang suami sudah punya wanita lain di sana. Pada permulaan, dia tidak percaya dengan issue tersebut. Tetapi setelah 5 tahun, dia mulai curiga,: “jangan-jangan benar apa yang dikatakan orang tentang suami saya”.
Suatu hari, saat liburan Natal, ada teman sekampungnya yang pulang dari Torganda dan memberitahukan bahwa suaminya sudah menikah, sambil memperlihatkan beberapa lembar foto perkawinan suaminya di Torganda.  Santi, bagai disambar petir di siang bolong,  mendengar itu. Dia menangis…..  dia baru menyesal, begitu cepat percaya dulu sama laki-laki itu, yang sesungguhnya tidak begitu dikenalnya. Waktu itu, orang tuanya sudah memperingatkan Santi supaya hati-hati terhadap laki-laki itu. Tetapi karena sedang jatuh cinta, dia tidak terlalu peduli dengan kata-kata orang tuanya. Mereka bergaul sudah terlalu jauh, sampai dia hamil, sehingga terpaksa menikah. Setelah 3 bulan hidup bersama, sang suami merantau ke Torganda dengan alasan  mencari pekerjaan, dan akhirnya terjadilah seperti dalam berita tadi.


Para saudara,
Apa yang dialami oleh Santi, perempuan malang ini, saya rasa sering kita dengar di sekitar kita, walaupun dengan kasus yang berbeda. Cerita Santi ini hanyalah salah satu contoh. Pasti banyak lagi Santi-Santi yang lain karena bermasalah dalam hidup perkawinannya, karena terlalu gegabah, terlalu percaya pada bujukan laki-laki, tidak mendengar nasehat orang tua, jalan sendiri, akhirnya terjadilah yang tidak diinginkan.
Injil pada hari ini menampilkan Thomas yang kurang percaya. Hampir sama kisahnya dengan  kisah Santi tadi, bedanya kasusnya terbalik: Santi begitu cepat percaya sedangkan Thomas kurang percaya. Kesalahan keduanya sama,  yakni: “tidak bertanya”.  Seharusnya setelah Thomas mendengar dari teman-temannya bahwa mereka telah berjumpa dengan Sang Guru yang sudah bangkit, dia bertanya sungguh-sungguh kepada teman-temannya perihal kebenarannya. Tetapi malah dia langsung menolak dan tidak percaya: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangannya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya”.

Para saudara,
Dalam bacaan I tadi, kita diajak untuk meneladani cara hidup umat Gereja purba di Yerusalem. Mereka sehati sejiwa, tiapa-tiap warga bertanggungjawab terhadap semua dan segala sesuatu, sehingga kebutuhan tiap-tiap  warga terpenuhi. Cara hidup seperti inilah yang meneguhkan dan menguatkan dalam hidup dan dalam mewartakan kebangkitan Tuhan.
Seandainya saja Santi, dalam cerita tadi, tidak langsung percaya pada bujuk rayu laki-laki itu, tetapi bertanya dan meminta pendapat temannya terlebih orang tuanya, pasti hidupnya tidak jatuh terpuruk. Itulah gunanya teman, sahabat dan orang lain di sekitar kita.
Seandainya saja Thomas, dalam bacaan Injil tadi, terhadap informasi yang dia dengar itu, tidak langsung dia tolak, tetapi dia renungkan baik-baik, bertanya kepada teman-temannya, pasti namanya tidak cacat menjadi gambaran orang yang kurang percaya, hingga hari ini.
            Pengalaman Santi dalam cerita tadi, serta kisah Thomas dalam Injil tadi, menjadi pelajaran yang baik bagi kita. Dalam hidup ini, kehadiran sesama menjadi sangat penting. Dalam menghadapi sesuatu, perlu  bertanya, sharing, bagi-bagi cerita dan pengalaman hidup, seperti cara hidup Gereja purba atau jemaat perdana.  Semoga melalui perayaan misa ini, cahaya Kristus yang telah bangkit, menerangi hati dan pikiran kita, sehingga kita semakin percaya akan misteri kebangkitan-Nya. . (Katedral / P.Sam GulĂ´/15-04-2012). ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar