Para saudara,
Tokoh diktator Adolf Hitler, pasti tidak asing bagi kita. Adolf Hitler ini, memiliki seorang anak buah yang tidak kalah bengisnya, bernama Adolf Eichman. Di mata teman-temannya, Adolf Eichman, seorang yang ramah, tenang dan bersahabat. Dia mencintai pekerjaannya dan patuh pada hukum serta amat loyal kepada bosnya, Adolf Hitler.
Tetapi pekerjaan Adolf Eichman bukan pekerjaan biasa. Ia ditugaskan mengorganisir pembunuhan massal terhadap orang-orang Yahudi. Dan ia melakukannya dengan sangat baik dan rapi. Dalam waktu singkat, dia berhasil membunuh 6 juta orang Yahudi. Ketika ia kemudian ditangkap di Argentina oleh tentara Israel, dia kelihatan sangat sehat dan normal. Hal ini sangat mengejutkan, karena ia tidak merasa bersalah sama sekali Dia menganggap dirinya sebagai pahlawan negaranya, karena apa yang dilakukannya adalah satu tugas suci dan mulia.
Para saudara,
Orang-orang yang terlibat dalam penderitaan dan penyaliban Yesus, seperti yang kita dengar dalam kisah sengsara hari ini, mungkin bukan tergolong orang-orang yang jahat, seperti Adolf Eichman tadi. Malah menganggap dirinya pahlawan. Sama halnya dengan para pelaku peledakan bom itu: di Solo, Jakarta, Poso, dll. Atau para pelaku bom Bali dulu, yang sudah dieksekusi mati: Imam Samudra, Amrozi dan Ali Imron. Mereka sama sekali tidak merasa bersalah dan begitu bangga bahwa mereka telah melakukan tugas yang mulia. Adolf Eicman, para pembunuh Yesus, para pelaku bom bunuh diri, dan kelompok-kelompok lain yang sejenis, boleh jadi memiliki temperamen yang hampir sama: tidak merasa bersalah dan menganggap diri mereka sebagai pahlawan dan pekerjaan yang mereka lakukan itu merupakan tugas yang suci dan mulia.
Kita lihat sebentar orang-orang yang terlibat dalam penderitaan dan penyaliban Yesus: Kaum Farisi, mereka adalah orang-orang saleh, kaum elit di kalangan pemimpin agama Yahudi. Mereka mempertaruhkan segala sesuatu untuk pelaksanaan hukum taurat secara murni dan konsekuen. Pilatus, bagi dia, keamanan adalah segala-galanya. Dia tahu bahwa Yesus tidak bersalah. Tetapi dia takut, kalau Yesus dilepaskan maka pemimpin-pemimpin Yahudi akan menciptakan kekacauan. Dia takut juga kehilangan kedudukannya sebagai wali negeri. Itu sebabnya dia mengabulkan tuntutan orang-orang Yahudi, untuk menyalibkan Yesus. Yudas Iskariot, seorang yang rakus uang. Dia menyerahkan Gurunya, demi uang… maka kita tetap hati-hati dengan uang. Para serdadu, mereka adalah pelaksana langsung penyaliban Yesus. Mereka bisa membela diri dengan mengatakan kami hanya menjalankan perintah! Khalayak ramai, kelompok orang yang gampang terbakar emosi, yang hanya sekedar ikut-ikutan saja.
Para saudara,
Mungkin kita menghibur diri dengan mengatakan bahwa yang menyalibkan Yesus adalah sekelompok orang Yahudi sekitar 2000 tahun lalu. Itu benar. Tetapi, hendaknya kita sadar bahwa, sebetulnya wajah Kristus senantiasa dinodai dan ditampar oleh kekerasan dan kejahatan yang kita lakukan terhadap sesama.
Kita dapat melihat diri kita dalam diri orang-orang yang terlibat dalam proses penyaliban dan pembunuhan Yesus. Bayangkan diri kita, bisa ada dalam diri: Petrus, Yudas, Pilatus, para serdadu dan khalayak ramai. Sikap, tingkah laku dan tindakan mereka terhadap Yesus, merupakan jendela lebar untuk meneropong sikap dan tindakan yang kita lakukan terhadap Yesus setiap hari lewat sesama. Mungkin juga, kita seperti Adolf Eichman dalam cerita tadi; karena sudah terlalu sering jatuh dalam dosa yang sama, kita tidak merasa berdosa lagi. Padahal dengan sikap seperti itu, secara tidak langsung, kita sudah ikut ambil bagian mendera dan menyalibkan Yesus. Marilah kita menggunakan pekan suci ini sebagai kesempatan untuk melihat diri kita dan bertobat supaya tidak ikut menyalibkan Tuhan Yesus (Sarudik / P.Sam Gulô/01-04-2012). ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar