Minggu, 29 April 2012

Yesus Gembala Yang Baik


Hari Minggu Paskah IV – Tahun B

Para saudara,
Saya masih ingat: pada bulan Mei 2011, 3 bulan sebelum saya pindah ke Sibolga, kami alumni SMA Katolik St. Xaverius, Gunungsitoli, menyelenggarakan “Temu Alumni”. Acaranya berlangsung selama 3 hari. Hari ke-1: diisi dengan ceramah-ceramah dan pencerahan-pencerahan, hari ke-2: rekreasi bersama dan hari ke-3: perayaan puncak, yakni misa syukur dan ramah-tamah. Yang menarik bagi para alumni adalah kegiatan pada hari ke-2, yakni rekreasi penuh persaudaraan, yang diisi dengan fragmen, sharing, hiburan lagu-lagu nostalgia, dll.  Semua seolah-olah tenggelam dalam alam nostalgia.
Yang paling mengharukan, yakni pada saat beberapa alumni, termasuk saya, berkisah tentang guru-guru favorit mereka dulu.  Dari puluhan orang guru kami, ada 3 orang yang sering-sering disebut: 1 orang bapak, 1 orang ibu dan dan 1 orang suster.  Ketiga orang guru ini menjadi figur menarik bagi para alumni dan masih sangat dikenang, walaupun  sudah berlangsung hampir 25 tahun yang lalu. Ketiga orang guru ini, bukan saja sebagai pengajar, tapi juga benar-benar sebagai guru, pendidik dan orang tua bagi para siswa: mereka mengenal para siswanya secara pribadi dan mereka mengikuti perkembangan para siswanya.


Para saudara,
Dalam bacaan Injil pada hari ini, Yesus menyatakan diri-Nya sebagai gembala yang baik, “Aku ini gembala yang baik……”. Gembala yang baik memiliki sifat-sifat: 1). Mengenal domba-dombanya secara pribadi, dan 2).  Rela berkorban demi keselamatan domba-dombanya. Kedua sifat gembala ini sudah dihayati dan dilakukan oleh Yesus, yaitu dekat dan mengenal para murid secara pribadi dan menyerahkan hidupnya guna membebaskan manusia, dan ini dilakukannya dengan memanggul salib-Nya hingga ke puncak Kalvari.
Dalam permenungan saya, ketiga guru favorit kami tadi, para alumni SMA Xarerius, yaitu: seorang bapak, seorang ibu dan seorang suster, mereka adalah gembala-gembala yang baik bagi para siswa. Mereka tidak hanya mengajar dengan otak, tapi lebih lagi mengajar hati HATI; mereka tidak hanya berperan sebagai tenaga pengajar tetapi juga berperan sebagai orang tua yang membimbing dan mendampingi. Mereka adalah guru kehidupan bagi para siswa, sehingga nama mereka selalu terpatri dalam diri para siswa. Hal ini juga menjadi pesan baik bagi para guru: jadilah guru kehidupan bagi para siswa, yang tidak hanya mengajar dengan otak, tetapi mengajar dengan hati, niscaya nama anda akan selalu tertanam dalam ingatan para bekas murid anda.

Para saudara,
            Hari minggu ini adalah  Hari Minggu Panggilan.  Kita diingatkan kembali bahwa berkat sakramen pembaptisan, kita telah ambil bagian dalam jabatan kegembalaan Kristus. Sifat kegembalaan kita tampak dalam sikap kita meniru Kristus Sang Gembala: rela berkorban demi keselamatan manusia.  Petrus dalam bacaan I tadi, dengan berani dan lantang, bersaksi di hadapan para pemimpin umat dan tua-tua Israel bahwa mereka, dalam nama Yesus, menyembuhkan orang yang lumpuh di dekat pintu gerbang kenisah. Petrus tidak ada rasa takut, cemas dan berani menghadapi resiko demi memberi kesaksian tentang Yesus. Disinilah tampak jiwa kegembalaan Petrus, tidak lari dari tugas dan tanggungjawabnya, sebagai pemimpin kelompok para murid perdana. Marilah kita renungkan: bagaimana jiwa kegembalaan kita masing-masing!?
            Bacaan II tadi dari surat Yohanes mengatakan bahwa kita telah diangkat sebagai anak-anak Allah.  Karena itu, kita entah sebagai imam, religius, pengurus gereja dan umat keseluruhan, marilah kita mengambil sikap sebagai anak-anak Allah: rukun bersatu, saling mendukung  dan saling membantu. Dalam sikap-sikap seperti inilah tampak caritas pastoralis dan kasih kegembalaan kita.  “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik mengorbankan hidupnya bagi domba-dombanya, sedangkan seorang upahan, akan meninggalkan domba-domba itu takkala serigala datang…”. (Katedral / P.Sam Gulô/29-04-2012). ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar