Hari
Minggu Paskah IV – Tahun B
Para
saudara,
Saya
masih ingat: pada bulan Mei 2011, 3 bulan sebelum saya pindah ke Sibolga, kami
alumni SMA Katolik St. Xaverius, Gunungsitoli, menyelenggarakan “Temu Alumni”. Acaranya
berlangsung selama 3 hari. Hari ke-1: diisi dengan ceramah-ceramah dan
pencerahan-pencerahan, hari ke-2: rekreasi bersama dan hari ke-3: perayaan
puncak, yakni misa syukur dan ramah-tamah. Yang menarik bagi para alumni adalah
kegiatan pada hari ke-2, yakni rekreasi penuh persaudaraan, yang diisi dengan
fragmen, sharing, hiburan lagu-lagu nostalgia, dll. Semua seolah-olah tenggelam dalam alam
nostalgia.
Yang paling mengharukan, yakni pada saat
beberapa alumni, termasuk saya, berkisah tentang guru-guru favorit mereka
dulu. Dari puluhan orang guru kami, ada
3 orang yang sering-sering disebut: 1 orang bapak, 1 orang ibu dan dan 1 orang
suster. Ketiga orang guru ini menjadi
figur menarik bagi para alumni dan masih sangat dikenang, walaupun sudah berlangsung hampir 25 tahun yang lalu.
Ketiga orang guru ini, bukan saja sebagai pengajar, tapi juga benar-benar sebagai
guru, pendidik dan orang tua bagi para siswa: mereka mengenal para siswanya
secara pribadi dan mereka mengikuti perkembangan para siswanya.
Para
saudara,
Dalam bacaan Injil pada hari ini, Yesus
menyatakan diri-Nya sebagai gembala yang baik, “Aku ini gembala yang baik……”.
Gembala yang baik memiliki sifat-sifat: 1). Mengenal
domba-dombanya secara pribadi, dan 2).
Rela berkorban demi keselamatan
domba-dombanya. Kedua sifat gembala ini sudah dihayati dan dilakukan oleh
Yesus, yaitu dekat dan mengenal para murid secara pribadi dan menyerahkan
hidupnya guna membebaskan manusia, dan ini dilakukannya dengan memanggul salib-Nya
hingga ke puncak Kalvari.
Dalam
permenungan saya, ketiga guru favorit kami tadi, para alumni SMA Xarerius,
yaitu: seorang bapak, seorang ibu dan seorang suster, mereka adalah
gembala-gembala yang baik bagi para siswa. Mereka tidak hanya mengajar dengan
otak, tapi lebih lagi mengajar hati HATI; mereka tidak hanya berperan sebagai
tenaga pengajar tetapi juga berperan sebagai orang tua yang membimbing dan
mendampingi. Mereka adalah guru kehidupan bagi para siswa, sehingga nama mereka
selalu terpatri dalam diri para siswa. Hal
ini juga menjadi pesan
baik bagi para guru: jadilah guru kehidupan bagi para siswa, yang tidak hanya
mengajar dengan otak, tetapi mengajar dengan hati, niscaya nama anda akan
selalu tertanam dalam ingatan para bekas murid anda.
Para
saudara,
Hari minggu ini adalah Hari Minggu Panggilan. Kita diingatkan kembali bahwa berkat sakramen pembaptisan,
kita telah ambil bagian dalam jabatan kegembalaan Kristus. Sifat kegembalaan
kita tampak dalam sikap kita meniru Kristus Sang Gembala: rela berkorban demi
keselamatan manusia. Petrus dalam bacaan
I tadi, dengan berani dan lantang, bersaksi di hadapan para pemimpin umat dan
tua-tua Israel bahwa mereka, dalam nama Yesus, menyembuhkan orang yang lumpuh
di dekat pintu gerbang kenisah. Petrus tidak ada rasa takut, cemas dan berani
menghadapi resiko demi memberi kesaksian tentang Yesus. Disinilah tampak jiwa kegembalaan
Petrus, tidak lari dari tugas dan tanggungjawabnya, sebagai pemimpin kelompok
para murid perdana. Marilah kita renungkan: bagaimana jiwa kegembalaan kita
masing-masing!?
Bacaan II tadi dari surat Yohanes mengatakan bahwa
kita telah diangkat sebagai anak-anak Allah.
Karena itu, kita entah sebagai imam, religius, pengurus gereja dan umat
keseluruhan, marilah kita mengambil sikap sebagai anak-anak Allah: rukun
bersatu, saling mendukung dan saling
membantu. Dalam sikap-sikap seperti inilah tampak caritas pastoralis dan kasih kegembalaan kita. “Akulah
gembala yang baik. Gembala yang baik mengorbankan hidupnya bagi domba-dombanya,
sedangkan seorang upahan, akan meninggalkan domba-domba itu takkala serigala
datang…”. (Katedral / P.Sam Gulô/29-04-2012). ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar