Minggu, 13 Mei 2012

Mencintai Tuhan dan Sesama


Hari Minggu Paskah VI, tahun B

Para saudara,
Pada perang dunia II (thn 1939-1945), Negara Polandia, negaranya Paus Yohannes Paulus II, dijajah oleh negara Jerman. Pada saat itu, siapa saja yang berani melawan dan menyanggah orang Jerman, akan ditangkap dan dimasukan dalam penjara. Pada saat itu, di Polandia, ada seorang pastor, namanya P. Maximilian Kolbe. Pastor ini, sudah pernah menegur tentara Jerman karena sangat kasar kepada masyarakat dan tidak menghargai hukum. Karena itu, P. Maximilian Kolbe, ditangkap kemudian dimasukan dalam penjara.
Suatu hari, semua tahanan yang ada dalam penjara, termasuk P. Maximilian Kolbe, disuruh berbaris di lapangan. Di situ, dipilih seorang dari tahanan itu yang akan dipotong lehernya. Untuk penentuan itu, dibuat suatu undian dan menurut undian itu jatuh kepada seorang bapak. Bapak ini, mempunyai satu orang istri dan dan banyak anaknya. P. Maximilian Kolbe, sangat kasihan kepada bapak itu, karena begitu besar tanggung-jawabya, karena ada istri dan anak-anaknya.
Karena itu, P. Maximilian Kolbe, meminta kepada komandan supaya ia diperkenankan menggantikan bapak itu. “Biarlah aku menggantikan bapak ini, supaya dia tetap hidup”,  kata pastor itu kepada komandan. Pada permulaan tidak diijinkan oleh komandan, tetapi karena pastor itu terus mendesak,  akhirnya komandan mengijinkan. Akhir kisah, bapak tadi selamat, tidak jadi dipenggal kepalanya, tetapi P. Maximilian Kolbe, mati dipotong lehernya, hanya karena  rasa kasih dan cintanya kepada bapak itu dan keluarganya.


Para saudara,
P. Maximilian Kolbe, sebagai pastor, tahu betul inti agama kita yakni cinta kasih. Menurut Yesus, kasih yang terbesar adalah jika seseorang menderita demi sesamanya: “Tiada kasih yang lebih besar daripada cinta kasih orang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya”, demikian dikatakan Yesus tadi kepada para mudid-Nya, dalam bacaan Injil.
Pertanyaan kita: dari mana cinta kasih itu? “Cinta kasih berasal dari Allah”, demikian dikatakan penulis surat pertama Rasul Yohanes tadi dalam bacaan kedua. Allah menaruh cinta kasih kepada kita dengan mengutus Putera-Nya, Yesus Kristus, sebagai pepulih atas dosa-dosa kita. Dan dalam melaksanakan kehendak Bapa-Nya itu, Yesus Kristus, meninggalkan kemulian-Nya, mengambil rupa seorang hamba, hidup seperti kita, merasakan penderitaan dan akhirnya berpuncak dengan kematian-Nya di kayu salib, semuanya demi cinta-Nya kepada kita dan demi keselamatan kita.

Para saudara,
Pada hari ini, Yesus menyapa kita semua: “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi seperti aku telah mengasihi kamu”. Ini penting dicatat: bukan mengasihi dalam perspektif manusia, tetapi  seperti Yesus mengasihi. Kalau mengasihi menurut perspektif manusia, kasih itu penuh dengan pertimbangan untung rugi, diwarnai oleh egoisme, sukuisme dan isme-isme yang lain. Kasih jenis ini tidak berbuah dan tidak membangun. Contohnya: mencintai hanya orang-orang yang kita senangi dan membenci orang yang tidak sepaham dengan kita.
Kasih yang dimaksud oleh Yesus adalah KASIH ILAHI,  sama seperti pengalaman  Petrus dalam bacaan I tadi, ketika berada di kaisarea dan berjumpa dengan Kornelius, seorang kafir. Menurut bangsa Israel, merekalah bangsa pilihan dan yang pantas memperoleh keselamatan. Tetapi Petrus menyaksikan bahwa untuk orang-orang kafir pun,  juga memiliki Roh Kudus. Karena itu Petrus berkata: “Sungguh, aku kini mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. Setiap orang dari bangsa mana pun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran, berkenan di hati-Nya”.
Itulah cara mengasihi yang sesungguhnya. Kasih ilahi, dan tidak membeda-bedakan; kasih yang membangun dan menyelamatkan. Sama seperti kasih Allah dan Yesus kepada dunia; sama seperti kasih para rasul yang merangkul semua orang, baik kelompok bersunat maupun tidak bersunat; sama seperti Pastor Maximilian Kolbe, dalam kisah tadi. Tuhan, ajarilah kami untuk mencintai sesama seperti Engkau telah mencintai kami. Amen (Sarudik / P.Sam GulĂ´/13-05-2012). ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar