Hari
Minggu Pentakosta, Tahun B
Para
saudara,
Hidup
mnusia, penuh dengan hal-hal yang kontradiktif (=hal-hal yang bertentangan);
ada cerita-cerita yang membuat kita tersenyum dan tertawa, dan ada pula yang
membuat kita sedih dan prihatin. Di salah satu tempat, ada suatu kisah.
Sepasang suami-istri, hendak
menyeberangi sungai. Sungai mulai banjir. Suami mencari sampan, tetapi tidak
berhasil. Sang istri sedang berbadan dua. Karena tidak ada sampan, mereka
mencari tempat penyeberangan yang agak dangkal. Sang suami dengan menggunakan
segala kekuatannya, menggendong istrinya yang lemah karena sedang mengandung.
Tak kala sampai di seberang, keduanya tersenyum penuh suka-cita, kamudia
keduanya berpelukan dan melanjutkan perjalanan mereka.
Ada
juga fenomena sebaliknya. Sepasang suami
istri, yang sedang mengikuti acara partangiangan,
ketika mereka kembali, di tengah perkampungan, diramai-ramaikan oleh penduduk
kampung sampai meninggal, karena dituduh menyimpan begu ganjang di rumahnya. Mereka mati dipukuli sampai mati, oleh sesama orang
Kristen.
Para
saudara,
Muncul
pertanyaan kita: dari mana munculnya sikap-sikap seperti itu?
Kita ingat kisah
menara Babel, dalam Kej 11:1-9. Sebelum
menara Babel didirikan, seluruh bumi menggunakan bahasa dan logat yang sama, sehingga mereka dapat saling
mengerti dan bekerajasama. Tetapi ketika manusia mendirikan menara Babel
setinggi langit, yang merupakan lambang kesombongan manusia, Allah mengacaukan
rencana dan bahasa mereka. Sejak saat itu, mereka menjadi tidak saling mengerti, mulai
muncul percekcokan, peperangan dan masing-masing mencari jalannya sendiri.
Tetapi situasi chaos dan perpecahan, tidak berlangsung selamanya. Tuhan memberi
suatu fondasi baru. Turunnya Roh Kudus pada hari Pentakosta, seperti yang
dikisahkan dalam bacaan I tadi, dunia baru mulai dibangun kembali: kini manusia
dapat saling mengerti dan saling memahami, karena Roh Kudus yang mempersatukan
dan memperbaharui.
Para
saudara,
Dalam
bacaan II tadi, Rasul Paulus mempertentangkan dua kekuatan dalam diri manusia,
yakni: kekuatan DAGING dan
kekuatan ROH. Kedua kekuatan ini seakan-akan berlomba dan saling bersaing
untuk menguasai manusia.
a. yang
terjadi dalam kisah tadi: dalam masalah begu ganjang, yang dialami oleh
suami-istri yang malang itu, merupakan
gambaran kekuatan daging, yang punya naluri dan nafsu untuk membunuh dan
melenyapkan;
b.
sedangkan
dalam kisah suami-istri yang menyeberangi sungai tadi, adalah gambaran kekuatan
roh yang mempersatukan, mendamaikan dan membahagiakan;
c. Keinginan
manusia PL yang mendirikan menara setinggi langit, adalah gambaran keinginan
daging yang suka menonjolkan diri dan
menyingkirkan yang lain;
d.
Sedangkan
apa yang terjadi pada hari Pentakosta, dalam bacaan I tadi, dimana orang saling
mengerti bahasa dan saling memahami, merupakan gambaran kekuatan roh yang
mempersatukan dan mendamaikan.
Para
saudara,
Dengan perayaan
Hari Raya Pentakosta ini, ada 2 hal perlu kita camkan:
1.
Kita
merayakan supremasi Roh Kudus yang berkuasa atas daging, berkat wafat dan
kebangkitan Kristus. St. Paulus, dalam Rom 6:6, berkata: “Dengan kematian Kristus, manusia lama kita telah turut disalibkan”.
2.
Menyadarkan
kita bahwa kita telah menjadi manusia-manusia baru yang dipimpin oleh Roh, dan
ini membawa suatu tugas, yakni: bersaksi kepada dunia. Yesus berpesan dalam
Injil tadi, “Jika Ia datang, Ia akan
bersaksi tentang Aku, tetapi kamu pun harus bersaksi”.
Para saudara! Tugas kita sebagai
saksi adalah: terus-menerus berupaya untuk menegakkan supremasi Roh atas
daging. Tak kala kita mampu mengendalikan
diri, menahan emosi dan amarah, kita telah memenangkan roh dalam diri
kita. Tak kala kita mampu menciptakan suasana damai dan persaudaraan, di situ
kita berhasil memenangkan Roh atas daging. Dan tak kala kita berhasil menegakkan
supremasi roh atas daging, disitulah kita mengalami kembali peristiwa
pentakosta dalam diri kita (Karedral / P.Sam GulĂ´/27-05-2012).
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar