Hari Minggu
Biasa XX Tahun B
Para saudara,
Pada
Perang Dunia I, Negara Perancis merupakan salah satu Negara terkuat di benua
Eropa bahkan di dunia. Oleh karena itu banyak Negara yang menjadi musuhnya. Ketika
itu, terjadi peperangan sengit, ada seorang serdadu Perancis, mengalami luka
berat. Lengan kirinya terkena serpihan bom, sedemikian parahnya sehingga harus
diamputasi atau dipotong. Dia adalah seorang serdadu yang masih muda, seorang pemberani,
setia, dan di atas segalanya itu, ia amat mencintai negaranya, Perancis.
Dokter
ahli bedah, yang menanganinya di Rumah Sakit, amat sedih melihat nasib pemuda
itu bahwa selanjutnya ia harus hidup
dengan cacat, satu tangan. Maka dokter itu, menunggu di sisi tempat tidur
serdadu itu, untuk menyampaikan berita buruk bila anak muda itu sudah sadar
kembali. Pada waktu pemuda itu membuka matanya, dokter itu berkata kepadanya, “Aku menyesal sekali untuk memberitahukan
kepadamu bahwa engkau telah kehilangan satu lenganmu”. “Tuan”, kata pemuda itu, “Aku tidak kehilangan itu, karena aku
memberikannya untuk Perancis. Dan seadandainya pun itu terjadi, jiwa ini tetap
berjuang untuk Perancis”. Kita pasti sangat salut dengan serdadu Perancis
itu. Tampaknya ia sudah menyatu dengan Perancis. Walaupun hanya tinggal satu
lengan, dan masih terbaring di ranjang, ia masih mengepalkan tinjunya, sebagai
pertanda komitmennya berjuang untuk negaranya, yang amat ia cintai, Perancis.
Para saudara,
Dalam
bacaan Injil pada hari ini, Yesus mengidentikkan
diri-Nya dengan makanan dan minuman. “Barang
siapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di
dalam dia”. Orang Yahudi marah mendengarnya. Mereka tidak bisa membayangkan
bagaimana Yesus bisa memberikan daging dan darah-Nya untuk dimakan? Apakah
harus menjadi kanibal agar diselamatkan?
Pikirian dan hati mereka, tidak menangkap makna terdalam dari pernyataan
Yesus itu. Mereka selalu berpikir soal makanan jasmani, padahal bukan itu yang
dimaksudkan oleh Yesus.
Makan
daging dan minum darah yang dimaksud Yesus di sini adalah lambang pemberian
diri-Nya bagi manusia. Pemberian diri itu terlaksana secara nyata melalui
peristiwa salib, yang berpuncak pada kematian-Nya.
Disilah Yesus memberikan diri-Nya sepenuh-penuhnya bagi manusia. Pengalaman
serdadu Perancis tadi, yang terpaksa diamputasi lengan kirinya karena terkena serpihan
bom waktu perang, dan semangatnya yang tetap membara, juga bisa dilihat sebagai
lambang pemberian dirinya untuk bangsanya, Perancis.
Para saudara,
Dalam bacaan I tadi kita juga mendengar hal yang sama:
Sang kebijaksanaan menyuruh para pelayannya, memanggil para tamu untuk menikmati
hidangan yang sudah disediakan. Orang
yang memenuhi undangan itu dan menikmati jamuan
yang disediakan, dipandang sebagai orang bijaksana dan akan memperoleh
kehidupan serta pengertian; sedangkan yang tidak memenuhi undanngan itu,
dipandang sebagai orang bohoh yang akan menuju jalan kebinasaan. Kebijaksanaan
berarti menerima undangan, sedangkan kebodohan berarti menolak undangan.
Dalam pandangan kita, Kristuslah Kebijaksaan sejati. Setiap
kali kita mendengar Firman-Nya, Ia mengajak kita supaya bersatu dengan Dia.
Melalui Firman-Nya hari ini, Ia menegaskan bahwa satu-satunya jalan untuk
memperoleh hidup kekal adalah dengan memakan tubuh-Nya dan minum darah-Nya. Dan pada hari ini pun Ia mengundang
kita mengikuti perjamuan-Nya dengan menerima Dia dalam rupa roti anggur. Karena
itu marilah kita menerima undangan-Nya, agar kita menjadi orang bijaksana,
memperoleh kehidupan dan pengertian.
Para saudara,
Hanya dengan menerima undangan
Tuhan, menerima tubuh dan darah-Nya dalam rupa roti anggur, kita sanggup
memberi diri, seperti serdadu Perancis tadi, memberikan dirinya untuk
keselamatan bangsanya; seperti Bunda Teresa dari Kalkuta, yang rela menyusuri
lorong-lorong jalan di Kalkuta, memungut bayi-bayi malang, membersihkan,
merawat dan memeliharanya supaya bisa hidup layak sebagai manusia. Inilah buah
dari kesatuan kita dengan Yesus. Karena itu, semoga kita semakin merindukan dan
mencintai Ekaristi, dan sesering mungkin mengikutinya, karena hanya melalui
Ekaristilah, kita menghayati dan menghidupi kesatuan kita dengan Dia.(Katedral/P.
Sam GulĂ´/19-08-2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar