Minggu, 27 Mei 2012

Kita Dipimpin Oleh Roh


Hari Minggu Pentakosta, Tahun B
Para saudara,
Hidup mnusia, penuh dengan hal-hal yang kontradiktif (=hal-hal yang bertentangan); ada cerita-cerita yang membuat kita tersenyum dan tertawa, dan ada pula yang membuat kita sedih dan prihatin. Di salah satu tempat, ada suatu kisah. Sepasang suami-istri,  hendak menyeberangi sungai. Sungai mulai banjir. Suami mencari sampan, tetapi tidak berhasil. Sang istri sedang berbadan dua. Karena tidak ada sampan, mereka mencari tempat penyeberangan yang agak dangkal. Sang suami dengan menggunakan segala kekuatannya, menggendong istrinya yang lemah karena sedang mengandung. Tak kala sampai di seberang, keduanya tersenyum penuh suka-cita, kamudia keduanya berpelukan dan melanjutkan perjalanan mereka.
Ada juga fenomena sebaliknya.  Sepasang suami istri, yang sedang mengikuti acara partangiangan, ketika mereka kembali, di tengah perkampungan, diramai-ramaikan oleh penduduk kampung sampai meninggal, karena dituduh menyimpan begu ganjang di rumahnya. Mereka mati  dipukuli sampai mati, oleh sesama orang Kristen.


Para saudara,
Muncul pertanyaan kita: dari mana munculnya sikap-sikap seperti itu?
Kita ingat kisah menara Babel, dalam Kej 11:1-9.  Sebelum menara Babel didirikan, seluruh bumi menggunakan bahasa dan logat  yang sama, sehingga mereka dapat saling mengerti dan bekerajasama. Tetapi ketika manusia mendirikan menara Babel setinggi langit, yang merupakan lambang kesombongan manusia, Allah mengacaukan rencana dan bahasa mereka. Sejak saat itu,  mereka menjadi tidak saling mengerti, mulai muncul percekcokan, peperangan dan masing-masing mencari jalannya sendiri.
Tetapi situasi chaos dan perpecahan, tidak berlangsung selamanya. Tuhan memberi suatu fondasi baru. Turunnya Roh Kudus pada hari Pentakosta, seperti yang dikisahkan dalam bacaan I tadi, dunia baru mulai dibangun kembali: kini manusia dapat saling mengerti dan saling memahami, karena Roh Kudus yang mempersatukan dan memperbaharui.
Para saudara,
Dalam bacaan II tadi, Rasul Paulus mempertentangkan dua kekuatan dalam diri manusia, yakni: kekuatan DAGING dan kekuatan  ROH. Kedua kekuatan ini seakan-akan berlomba dan saling bersaing untuk menguasai manusia.
a.      yang terjadi dalam kisah  tadi: dalam masalah begu ganjang, yang dialami oleh suami-istri yang malang itu,  merupakan gambaran kekuatan daging, yang punya naluri dan nafsu untuk membunuh dan melenyapkan;
b.       sedangkan dalam kisah suami-istri yang menyeberangi sungai tadi, adalah gambaran kekuatan roh yang mempersatukan, mendamaikan dan membahagiakan;
c.       Keinginan manusia PL yang mendirikan menara setinggi langit, adalah gambaran keinginan daging yang suka menonjolkan diri dan  menyingkirkan yang lain;
d.       Sedangkan apa yang terjadi pada hari Pentakosta, dalam bacaan I tadi, dimana orang saling mengerti bahasa dan saling memahami, merupakan gambaran kekuatan roh yang mempersatukan dan mendamaikan.

Para saudara,
Dengan perayaan Hari Raya Pentakosta ini, ada 2 hal perlu kita camkan:
1.       Kita merayakan supremasi Roh Kudus yang berkuasa atas daging, berkat wafat dan kebangkitan Kristus. St. Paulus, dalam Rom 6:6, berkata: “Dengan kematian Kristus, manusia lama kita telah turut disalibkan”.
2.       Menyadarkan kita bahwa kita telah menjadi manusia-manusia baru yang dipimpin oleh Roh, dan ini membawa suatu tugas, yakni: bersaksi kepada dunia. Yesus berpesan dalam Injil tadi, “Jika Ia datang, Ia akan bersaksi tentang Aku, tetapi kamu pun harus bersaksi”.
Para saudara! Tugas kita sebagai saksi adalah: terus-menerus berupaya untuk menegakkan supremasi Roh atas daging. Tak kala kita mampu mengendalikan  diri, menahan emosi dan amarah, kita telah memenangkan roh dalam diri kita. Tak kala kita mampu menciptakan suasana damai dan persaudaraan, di situ kita berhasil memenangkan Roh atas daging. Dan tak kala kita berhasil menegakkan supremasi roh atas daging, disitulah kita mengalami kembali peristiwa pentakosta dalam diri kita (Karedral / P.Sam GulĂ´/27-05-2012). ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar