Minggu, 26 Agustus 2012

Menerima atau Menolak Yesus



Para Saudara,
Bpk Yusuf, seorang petani sawah tradisional. Suatu saat, ia sangat kecewa. Masalahnya, 1 bulan setelah dia menanam pagi, musim kemarau datang, akibatnya tanaman padi banyak yang layu dan mati. Ketika musim panen tiba, hasilnya sangat mengecewakan, padahal sudah banyak biaya dan tenaga yang terbuang untuk itu. Penduduk desa, termasuk keluarga   Bpk Yusuf, mengeluh kekurangan bahan makanan. Karena itu, Bpk Yusuf memutuskan untuk tidak mengolah sawah lagi. Dia banting stir, cari makan dengan cara lain yakni dengan membuka kios, dengan cara mengubah rumahnya menjadi kios.  Dengan kehadiran kios Bpk Yusuf, berarti jumlah kios di kampung itu bertambah satu. Maka hampir semua rumah sudah mempunyai kios. Dan mereka menjual barang yang rata-rata sama.
Ketika musim kerja di sawah tiba, Bpk Yusuf tidak turun kerja. Dia bersama keluarganya menjaga kios. Keuntungan kios tidaklah seberapa. Yang terjadi: minyak tanah, gula dan rokok yang ada di kios, lebih banyak dikonsumsi sendiri daripada yang terjual. Akibatnya kios kurang memberi keuntungan. Musim panen tiba lagi. Di luar dugaan, hasil panen tidak seperti sebelumnya. Semua petani desa puas, di rumah-rumah, orang bercerita tentang hasil panen yang luar biasa, kecuali di rumah Bpk Yusuf. Bpk Yusuf dan keluarganya sedih dan menyesal; mengapa mereka tidak mengerjakan sawahnya. Apa boleh buat, nasib sudah menjadi bubur.

Minggu, 19 Agustus 2012

M e m b e r i k a n D i r i


Hari Minggu Biasa XX Tahun B

Para saudara,
Pada Perang Dunia I, Negara Perancis merupakan salah satu Negara terkuat di benua Eropa bahkan di dunia. Oleh karena itu banyak Negara yang menjadi musuhnya. Ketika itu, terjadi peperangan sengit, ada seorang serdadu Perancis, mengalami luka berat. Lengan kirinya terkena serpihan bom, sedemikian parahnya sehingga harus diamputasi atau dipotong. Dia adalah seorang serdadu yang masih muda, seorang pemberani, setia, dan di atas segalanya itu, ia amat mencintai negaranya, Perancis.
Dokter ahli bedah, yang menanganinya di Rumah Sakit, amat sedih melihat nasib pemuda itu bahwa selanjutnya ia  harus hidup dengan cacat, satu tangan. Maka dokter itu, menunggu di sisi tempat tidur serdadu itu, untuk menyampaikan berita buruk bila anak muda itu sudah sadar kembali. Pada waktu pemuda itu membuka matanya, dokter itu berkata kepadanya, “Aku menyesal sekali untuk memberitahukan kepadamu bahwa engkau telah kehilangan satu lenganmu”. “Tuan”, kata pemuda itu, “Aku tidak kehilangan itu, karena aku memberikannya untuk Perancis. Dan seadandainya pun itu terjadi, jiwa ini tetap berjuang untuk Perancis”. Kita pasti sangat salut dengan serdadu Perancis itu. Tampaknya ia sudah menyatu dengan Perancis. Walaupun hanya tinggal satu lengan, dan masih terbaring di ranjang, ia masih mengepalkan tinjunya, sebagai pertanda komitmennya berjuang untuk negaranya, yang amat ia cintai, Perancis.

Minggu, 12 Agustus 2012

Menjadi Semakin Lebih Baik


Hari Raya St. Perawan Maria Diangkat ke Surga

Para saudara,
Setiap tanggal 15 Augustus, Gereja kita merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga. Tetapi di Indonesia, berdasarkan keputusan KWI, pesta ini bisa dipindahkan ke hari Minggu sebelum atau sesudah tanggal     15 Augustus. Tahun ini, hari raya ini dirayakan jatuh pada hari Minggu ini, 12 Augustus 2012.
Dalam perayaan ini, kita merayakan iman kita terhadap Bunda Maria berdasarkan dogma tentang pengangkatan ke surga dengan tubuh dan jiwanya. Dogma tentang Pengangkatan Bunda Maria ke surga, diumumkan dan disahkan oleh Paus Pius XII, pada tanggal 01 Nopember 1950.

Minggu, 05 Agustus 2012

Roti Dari Surga

                                                            Hari Minggu Biasa XVIII Tahun B

Para saudara,
Ada satu falsafah hidup orang bijak yang mengatakan: “Makan bukan semata-mata untuk perut, tetapi untuk hidup”. Bisa juga dengan kata-kata bijak  lain: “Makan untuk HIDUP tetapi HIDUP bukan untuk makan”. Kalau hidup hanya untuk makan, itu sama artinya dengan makan semata-mata hanya untuk perut, itu adalah gaya binatang. Lihatlah binatang: kemana-mana hanya cari makanan, bahkan makanan yang sudah ada dalam moncong temannya pun masih berusahan direbutnya. Bisa juga terjadi dalam situasi yang lain, takkala kita menghadiri suatu acara atau pesta, apakah dalam kehidupan bermasyarakat, kelompok adat, ataupun yang sifatnya gerejani: selesai makan, langsung pulang; SMP = siap makan pulang, ruang pertemuan pun pelan-pelan kosong. Dalam situasi seperti itulah berlaku falsafah tadi, makan untuk perut dan bukan untuk hidup.
Bagi manusia, makan memang amat penting, tetapi tidak semata-mata untuk mengenyangkan perut, melainkan demi hidup. Makan juga tidak hanya semata-mata sebagai aktifitas mengunyah dan menelan, tetapi makan memiliki makna religius, karena itu aktifitas makan, sering disebut sebagai perjamuan. Dalam perjamuan ada tata-cara, aturan main dan etiketnya bahwa melalui perjamuan, nampaklah “nilai luhur pribadi manusia”, sebagai makhluk yang berbudaya dan berperadaban. Maka, untuk manusia berlaku: “Makan bukan semata-mata untuk perut, tetapi untuk hidup”