Minggu, 19 Agustus 2012

M e m b e r i k a n D i r i


Hari Minggu Biasa XX Tahun B

Para saudara,
Pada Perang Dunia I, Negara Perancis merupakan salah satu Negara terkuat di benua Eropa bahkan di dunia. Oleh karena itu banyak Negara yang menjadi musuhnya. Ketika itu, terjadi peperangan sengit, ada seorang serdadu Perancis, mengalami luka berat. Lengan kirinya terkena serpihan bom, sedemikian parahnya sehingga harus diamputasi atau dipotong. Dia adalah seorang serdadu yang masih muda, seorang pemberani, setia, dan di atas segalanya itu, ia amat mencintai negaranya, Perancis.
Dokter ahli bedah, yang menanganinya di Rumah Sakit, amat sedih melihat nasib pemuda itu bahwa selanjutnya ia  harus hidup dengan cacat, satu tangan. Maka dokter itu, menunggu di sisi tempat tidur serdadu itu, untuk menyampaikan berita buruk bila anak muda itu sudah sadar kembali. Pada waktu pemuda itu membuka matanya, dokter itu berkata kepadanya, “Aku menyesal sekali untuk memberitahukan kepadamu bahwa engkau telah kehilangan satu lenganmu”. “Tuan”, kata pemuda itu, “Aku tidak kehilangan itu, karena aku memberikannya untuk Perancis. Dan seadandainya pun itu terjadi, jiwa ini tetap berjuang untuk Perancis”. Kita pasti sangat salut dengan serdadu Perancis itu. Tampaknya ia sudah menyatu dengan Perancis. Walaupun hanya tinggal satu lengan, dan masih terbaring di ranjang, ia masih mengepalkan tinjunya, sebagai pertanda komitmennya berjuang untuk negaranya, yang amat ia cintai, Perancis.


Para saudara,
Dalam bacaan Injil pada hari ini, Yesus  mengidentikkan diri-Nya dengan makanan dan minuman. “Barang siapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia”. Orang Yahudi marah mendengarnya. Mereka tidak bisa membayangkan bagaimana Yesus bisa memberikan daging dan darah-Nya untuk dimakan? Apakah harus menjadi kanibal agar diselamatkan?  Pikirian dan hati mereka, tidak menangkap makna terdalam dari pernyataan Yesus itu. Mereka selalu berpikir soal makanan jasmani, padahal bukan itu yang dimaksudkan oleh Yesus.
Makan daging dan minum darah yang dimaksud Yesus di sini adalah lambang pemberian diri-Nya bagi manusia. Pemberian diri itu terlaksana secara nyata melalui peristiwa salib, yang berpuncak pada     kematian-Nya. Disilah Yesus memberikan diri-Nya sepenuh-penuhnya bagi manusia. Pengalaman serdadu Perancis tadi, yang terpaksa diamputasi lengan kirinya karena terkena serpihan bom waktu perang, dan semangatnya yang  tetap membara, juga bisa dilihat sebagai lambang pemberian dirinya untuk bangsanya, Perancis.

Para saudara,
Dalam bacaan I tadi kita juga mendengar hal yang sama: Sang kebijaksanaan menyuruh para pelayannya, memanggil para tamu untuk menikmati hidangan yang sudah disediakan. Orang yang memenuhi undangan itu dan menikmati jamuan  yang disediakan, dipandang sebagai orang bijaksana dan akan memperoleh kehidupan serta pengertian; sedangkan yang tidak memenuhi undanngan itu, dipandang sebagai orang bohoh yang akan menuju jalan kebinasaan. Kebijaksanaan berarti menerima undangan, sedangkan kebodohan berarti menolak undangan.
Dalam pandangan kita, Kristuslah Kebijaksaan sejati. Setiap kali kita mendengar Firman-Nya, Ia mengajak kita supaya bersatu dengan Dia. Melalui Firman-Nya hari ini, Ia menegaskan bahwa satu-satunya jalan untuk memperoleh hidup kekal adalah dengan memakan tubuh-Nya dan minum darah-Nya. Dan pada hari ini pun Ia mengundang kita mengikuti perjamuan-Nya dengan menerima Dia dalam rupa roti anggur. Karena itu marilah kita menerima undangan-Nya, agar kita menjadi orang bijaksana, memperoleh kehidupan dan pengertian.

Para saudara,
            Hanya dengan menerima undangan Tuhan, menerima tubuh dan darah-Nya dalam rupa roti anggur, kita sanggup memberi diri, seperti serdadu Perancis tadi, memberikan dirinya untuk keselamatan bangsanya; seperti Bunda Teresa dari Kalkuta, yang rela menyusuri lorong-lorong jalan di Kalkuta, memungut bayi-bayi malang, membersihkan, merawat dan memeliharanya supaya bisa hidup layak sebagai manusia. Inilah buah dari kesatuan kita dengan Yesus. Karena itu, semoga kita semakin merindukan dan mencintai Ekaristi, dan sesering mungkin mengikutinya, karena hanya melalui Ekaristilah, kita menghayati dan menghidupi kesatuan kita dengan Dia.(Katedral/P. Sam GulĂ´/19-08-2012).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar