Minggu, 23 September 2012

Hendaklah Kita Menjadi Seperti Anak-Anak



Hari Minggu Biasa XXV Tahun B

Para saudara,
Pada suatu hari, sekelompok binatang, berkumpul di lapangan. Binatang-binatang tersebut berkumpul dengan tujuan hendak menyaksikan adu kepandaian antara katak dan kerbau. Sang katak yang tidak melihat kemampuannya dan keadaan dirinya, mengajak kerbau besar untuk saling membesarkan perut sebesar mungkin. Siapa yang menang akan mendapat hadiah yang menarik, yakni menjadi kepala security di daerah perbatasan. Rupanya, tantangan katak diterima dengan baik oleh kerbau.
Mula-mula kerbau membesarkan perutnya semampunya.  Setelah kerbau selesai, katak pun memulai aksinya; membesarkan perut dengan sekuat mungkin, tetapi tidak disesuaikan dengan keadaan perutnya. Dengan dilandasi sifat ingin dipuji dan mengalahkan kerbau; perut katak mulai membesar, … mengecil, … agak besar, besar, … dan prak….  Karena tidak mengingat kemampuannya, katak mati dengan perut terpecah. Sungguh sangat mengenaskan.
Itu hanya sekedar contoh saja! Sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari, ada banyak orang yang sering berperilaku seperti katak tadi. Kita sering bertindak di luar kemampuan kita, dengan maksud supaya kita dipuji dan disoraki orang; untuk menunjukkan bahwa kita pun bisa!  Kalau dia bisa, kenapa saya tidak?! Kalau kerbau bisa memiliki perut besar, maka katak pun merasa bisa memiliki perut sebesar itu.

Minggu, 16 September 2012

Salib Yesus Menyelamatkan



Hari Minggu Biasa XXIV Tahun B

Para saudara,
Seorang kudus bernama Fransiskus dari Sales, yang hidup antara tahun 1567-1622. Ia seorang uskup di Jenewa, Swiss  dan sekaligus sebagai Pujangga Gereja. Ia seorang  pengkotbah ulung, penulis buku-buku rohani dan pembimbing spiritual. Pada saat dia menjabat sebagai uskup, banyak orang Protestan yang kembali ke Gereja Katolik, karena tertarik mendengar kotbahnya yang menyejukkan dan menggugah hati. Dalam suratnya kepada seorang sahabatnya, Fransiskus dari Sales, pernah bercerita tentang suatu kebiasaan di daerah-daerah pedalaman di mana ia pernah tinggal.  Suatu saat, ia melihat seorang buruh tani melintasi ladang untuk menimba air di sumur. Ada hal menarik yang membuat ia heran. Sebelum mengangkat ember air, buruh tani itu selalu meletakkan potongan kayu berbentuk salib di atas air itu. “Ada apa?!”, begitu kata Fransiskus dalam hati.
Suatu hari, Fransiskus menyapa buruh tani itu dan bertanya: “Saudara, mengapa kamu melakukan hal itu?”. Buruh tani itu tampak terkejut, kemudian menjawab: “Ya, memang seharusnya begitu. Sebab dengan meletakkan potongan kayu salib di atasnya, airnya menjadi tenang dan tidak tumpah”. Fransiskus, sebagai bapa spiritual, langsung bisa menangkap makna rohani dibalik peristiwa itu. Ketka menulis surat untuk seorang sahabat setelah peristiwa itu, Fransiskus menceriterakan hal ini dan menambahkan, “Jika hatimu resah, bergejolak dan tidak tenang, letakkanlah salib Yesus ke bagian itu, niscaya hatimu tenang dan damai”.

Minggu, 09 September 2012

Janji Keselamatan Tuhan

                                         Hari Minggu Biasa XXIII Tahun B


Saudara-saudari,
Dalam paham masyarakat Jawa tradisional, ada satu sosok pribadi yang sangat terkenal, yang disebut dengan istilah Ratu Adil. Ini ditulis  dalam Ramalan Jayabaya oleh seorang raja yang adil dan bijaksana di Mataram, namanya Prabu Jayabaya (1135-1159). Dalam ramalan Jayabaya ini, disebutkan bahwa di masa depan, yang tidak diketahui kapan, akan ada Zaman Keemasan bagi Nusantara. Zaman itu, didahului dengan datangnya suatu masa penuh bencana. Gunung-gunung akan meletus, bumi berguncang-guncang, laut dan sungai akan meluap. Ini akan menjadi masa penderitaan dan kesewenang-wenangan; masa orang-orang licik berkuasa dan masa orang-orang baik akan tertindas.
Tetapi setelah masa yang berat dan suram itu, datanglah sang Ratu Adil. Dengan datangnya Ratu Adil, maka datanglah zaman baru; zaman yang penuh kemegahan dan kemuliaan; zaman keemasan Nusantara. Ramalan tentang Ratu Adil ini, biar pun berbau  fiktif, tetapi sangat menghibur, meneguhkan, memberi harapan dan tetap hidup dalam pemikiran  masyarakat Jawa.  Kalau sekarang hidup kita bersusah-susah dan menderita, itu akan segera berakhir, akan datang Ratu Adil, membawa harapan dan memulihkan segala sesuatu.

Minggu, 02 September 2012

Semangat Mengikuti Perintah Allah

                                                  Hari Minggu Kitab Suci Nasional, Tahun B


Para Saudara,
Kehidupan dan dinamika liturgi dalam Gereja kita senantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Liturgi tradisional, banyak sekali rubrik yang harus diikuti. Seorang pastor waktu perayaan misa, harus teliti betul: berapa kali  ia harus berlutut di depan altar, berapa persen percampuran air dan anggur dalam ekaristi, jubahnya harus berapa cm di atas lantai, bunganya harus menghadap ke mana, umat harus berdiri atau berlutut selama konsekrasi, dll. Rubrik liturgi yang rumit dan bertele-tele itu harus dipatahi, jika tidak maka dianggap sebagai pelanggaran dan dosa.
Hal yang sama tetap merupakan diskusi: boleh atau tidak menyebut bab dan ayat kitab suci waktu dibacakan?  Boleh atau tidak lagu-lagu pop dinyanyikan dalam perayaan misa? Boleh atau tidak, memakai kaset atau vcd waktu tarian persembahan?  Kalau saya lebih fleksibel. Memang kesegaraman tentu baik, supaya nampak teratur. Tetapi harus kita tahu mana yang pokok, primer, dan fundamental; dan mana yang tidak, yang sifatnya sekunder saja. Yang pokok tentu tidak boleh dilanggar, misalnya: mengganti anggur dan hosti dengan memakai anggur dan roti biasa. Ini tidak boleh! Atau mengganti kata-kata institusi dengan karangan sendiri. Ini tidak boleh! Ini hal pokok. Tetapi masalah menyebut bab atau ayat kitab suci waku membaca; memakai lagu-lagu pop dalam perayaan misa; memutar  kaset atau vcd dalam tarian persembahan, itu sifatnya sekunder, bukan hal pokok, bukan dogma, sehingga kalau dilakukan bukan merupakan dosa.