Hari Minggu
Biasa XXIV Tahun B
Para saudara,
Seorang
kudus bernama Fransiskus dari Sales, yang hidup antara tahun 1567-1622. Ia
seorang uskup di Jenewa, Swiss dan
sekaligus sebagai Pujangga Gereja. Ia seorang
pengkotbah ulung, penulis buku-buku rohani dan pembimbing spiritual. Pada
saat dia menjabat sebagai uskup, banyak orang Protestan yang kembali ke Gereja
Katolik, karena tertarik mendengar kotbahnya yang menyejukkan dan menggugah
hati. Dalam suratnya kepada seorang sahabatnya, Fransiskus dari Sales, pernah
bercerita tentang suatu kebiasaan di daerah-daerah pedalaman di mana ia pernah
tinggal. Suatu saat, ia melihat seorang
buruh tani melintasi ladang untuk menimba air di sumur. Ada hal menarik yang
membuat ia heran. Sebelum mengangkat ember air, buruh tani itu selalu
meletakkan potongan kayu berbentuk salib di atas air itu. “Ada apa?!”, begitu
kata Fransiskus dalam hati.
Suatu hari, Fransiskus menyapa buruh tani itu dan
bertanya: “Saudara, mengapa kamu melakukan hal itu?”. Buruh tani itu tampak
terkejut, kemudian menjawab: “Ya, memang seharusnya begitu. Sebab dengan
meletakkan potongan kayu salib di atasnya, airnya menjadi tenang dan tidak
tumpah”. Fransiskus, sebagai
bapa spiritual, langsung bisa menangkap makna rohani dibalik peristiwa itu.
Ketka menulis surat untuk seorang sahabat setelah peristiwa itu, Fransiskus
menceriterakan hal ini dan menambahkan, “Jika hatimu resah, bergejolak dan
tidak tenang, letakkanlah salib Yesus ke bagian itu, niscaya hatimu tenang dan
damai”.
Para saudara,
Salib,
kita kenal sebagai lambang penderitaan dan kesengsaraan. Pasti tak seorang pun
yang suka dengan penderitaan dan kesengsaraan. Maka tak heran, ketika Yesus
mengatakan kepada para murid-Nya bahwa Putera Manusia harus menanggung banyak
penderitaan, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari, seperti dikisahkan
dalam Injil tadi, Petrus tidak berterima. Bagi Petrus, Yesus, sebagai Mesias,
tidak mungkin menderita dan dan mati konyol. Yesus harus jaya dan mulia,
melebihi Yohanes Pembaptis, Elia dan nabi siapa pun.
Dalam
bacaan I tadi, Yesaya berkisah tentang seorang “ Hamba Tuhan” yang menderita,
yang menanggung kesulitan dan penganiayaan. Tetapi hamba itu rela menanggung
semuanya karena kesetiaannya pada Tuhan. Pertanyaannya adalah: siapa gerangan dimaksud dengan julukan Hamba
Tuhan itu? Sejak awal, Gereja
percaya bahwa nubuat nabi Yesaya itu ditujukan pada Yesus, atau dengan kata
lain nubuat nabi Yesaya itu telah terpenuhi dalam diri Yesus, Sang mesias. Itulah yang ditegaskan Yesus
dalam Injil tadi: Dia harus menanggung
banyak penderitaan, ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli Taurat;
bahkan Dia akan dibunuh. Tetapi sesudah tiga hari Dia akan dibangkitkan.
Para saudara,
Pertanyaannya
adalah mengapa Yesus harus menderita dan mengapa Petrus menolak hal tersebut?
Yesus menderita karena Dia adalah mesias yang sebenarnya. Ia telah memilih
salib sebagai jalan untuk melaksanakan tugas perutusan dari Bapa, untuk menyelamatkan orang-orang percaya. Jadi Yesus bukan mesias seperti menurut
pikiran dan harapan Petrus, mesias politik, mengangkat senjata untuk
perjuangan-Nya.
Kita
juga bukanlah orang-orang yang amat berbeda dengan Petrus, yang menolak dengan
keras penderitaan Putera manusia. Setiap minggu, dalam pengakuan iman, kita
mengakui iman kita akan mesias yang menderita. Akan tetapi, tindak tanduk kita
kerap tidak sesuai dengan iman kita. Kita sering menarik Yesus ke samping untuk
mengikuti jalan pikiran dan kehendak kita. Kita sering tergoda untuk melewati
jalan tol. Mengapa harus repot-repot dan
bersusah-susah. Menyangkut perkawinan, misalnya, mengapa harus mengikuti kursus
persiapan perkawinan, mengapa harus diumumkan 3 kali? Mengapa harus ada aturan
ini aturan itu? Mengapa, mengapa dan
mengapa……..
Memang salib bagi orang Yahudi suatu batu sandungan
dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi bagi kita yang
terpanggil Salib Kristus adalah kekuatan dan hikmat Allah (bdk. 1 Kor 1:23-24).
Dan dalam permenungan St. Fransiskus dari Sales, ia berkata: “Jika hatimu
resah, bergejolak dan tidak tenang, letakkanlah salib Yesus ke bagian itu,
niscaya hatimu tenang dan damai”. Berkat
Yesus yang telah tergantung di Salib, maka salib selain tanda penderitaan, juga
merupakan tanda kemenangan dan tanda keselamatan (Katedral-Sarudik/P. Sam
GulĂ´/16-09-2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar