Minggu, 16 September 2012

Salib Yesus Menyelamatkan



Hari Minggu Biasa XXIV Tahun B

Para saudara,
Seorang kudus bernama Fransiskus dari Sales, yang hidup antara tahun 1567-1622. Ia seorang uskup di Jenewa, Swiss  dan sekaligus sebagai Pujangga Gereja. Ia seorang  pengkotbah ulung, penulis buku-buku rohani dan pembimbing spiritual. Pada saat dia menjabat sebagai uskup, banyak orang Protestan yang kembali ke Gereja Katolik, karena tertarik mendengar kotbahnya yang menyejukkan dan menggugah hati. Dalam suratnya kepada seorang sahabatnya, Fransiskus dari Sales, pernah bercerita tentang suatu kebiasaan di daerah-daerah pedalaman di mana ia pernah tinggal.  Suatu saat, ia melihat seorang buruh tani melintasi ladang untuk menimba air di sumur. Ada hal menarik yang membuat ia heran. Sebelum mengangkat ember air, buruh tani itu selalu meletakkan potongan kayu berbentuk salib di atas air itu. “Ada apa?!”, begitu kata Fransiskus dalam hati.
Suatu hari, Fransiskus menyapa buruh tani itu dan bertanya: “Saudara, mengapa kamu melakukan hal itu?”. Buruh tani itu tampak terkejut, kemudian menjawab: “Ya, memang seharusnya begitu. Sebab dengan meletakkan potongan kayu salib di atasnya, airnya menjadi tenang dan tidak tumpah”. Fransiskus, sebagai bapa spiritual, langsung bisa menangkap makna rohani dibalik peristiwa itu. Ketka menulis surat untuk seorang sahabat setelah peristiwa itu, Fransiskus menceriterakan hal ini dan menambahkan, “Jika hatimu resah, bergejolak dan tidak tenang, letakkanlah salib Yesus ke bagian itu, niscaya hatimu tenang dan damai”.


Para saudara,
Salib, kita kenal sebagai lambang penderitaan dan kesengsaraan. Pasti tak seorang pun yang suka dengan penderitaan dan kesengsaraan. Maka tak heran, ketika Yesus mengatakan kepada para murid-Nya bahwa Putera Manusia harus menanggung banyak penderitaan, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari, seperti dikisahkan dalam Injil tadi, Petrus tidak berterima. Bagi Petrus, Yesus, sebagai Mesias, tidak mungkin menderita dan dan mati konyol. Yesus harus jaya dan mulia, melebihi Yohanes Pembaptis, Elia dan nabi siapa pun.
Dalam bacaan I tadi, Yesaya berkisah tentang seorang “ Hamba Tuhan” yang menderita, yang menanggung kesulitan dan penganiayaan. Tetapi hamba itu rela menanggung semuanya karena kesetiaannya pada Tuhan. Pertanyaannya adalah: siapa gerangan dimaksud dengan julukan Hamba Tuhan itu?  Sejak awal, Gereja percaya bahwa nubuat nabi Yesaya itu ditujukan pada Yesus, atau dengan kata lain nubuat nabi Yesaya itu telah terpenuhi dalam diri Yesus, Sang mesias. Itulah yang ditegaskan Yesus dalam Injil tadi: Dia harus menanggung banyak penderitaan, ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli Taurat; bahkan Dia akan dibunuh. Tetapi sesudah tiga hari Dia akan dibangkitkan.

Para saudara,
Pertanyaannya adalah mengapa Yesus harus menderita dan mengapa Petrus menolak hal tersebut? Yesus menderita karena Dia adalah mesias yang sebenarnya. Ia telah memilih salib sebagai jalan untuk melaksanakan tugas perutusan dari Bapa, untuk  menyelamatkan orang-orang percaya.  Jadi Yesus bukan mesias seperti menurut pikiran dan harapan Petrus, mesias politik, mengangkat senjata untuk perjuangan-Nya.
Kita juga bukanlah orang-orang yang amat berbeda dengan Petrus, yang menolak dengan keras penderitaan Putera manusia. Setiap minggu, dalam pengakuan iman, kita mengakui iman kita akan mesias yang menderita. Akan tetapi, tindak tanduk kita kerap tidak sesuai dengan iman kita. Kita sering menarik Yesus ke samping untuk mengikuti jalan pikiran dan kehendak kita. Kita sering tergoda untuk melewati jalan tol.  Mengapa harus repot-repot dan bersusah-susah. Menyangkut perkawinan, misalnya, mengapa harus mengikuti kursus persiapan perkawinan, mengapa harus diumumkan 3 kali? Mengapa harus ada aturan ini aturan itu?  Mengapa, mengapa dan mengapa……..
Memang salib bagi orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi bagi kita yang terpanggil Salib Kristus adalah kekuatan dan hikmat Allah (bdk. 1 Kor 1:23-24). Dan dalam permenungan St. Fransiskus dari Sales, ia berkata: “Jika hatimu resah, bergejolak dan tidak tenang, letakkanlah salib Yesus ke bagian itu, niscaya hatimu tenang dan damai”.  Berkat Yesus yang telah tergantung di Salib, maka salib selain tanda penderitaan, juga merupakan tanda kemenangan dan tanda keselamatan (Katedral-Sarudik/P. Sam GulĂ´/16-09-2012).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar