Hari Minggu Biasa III – Tahun B
Pada hari Sabtu yang lalu, 14 Januari, tak kala kita lagi sibuk-sibuk persiapan seminar, ada kejadian di Pastoran, yakni Laptop, seorang Diakon yang baru datang dari Gunungsitoli, dan ditahbisakan pada 26 Januari mendatang, mendadak hilang di kamar, lantai 2 pastoran. Tidak jelas, siapa yang mencuri: apakah orang dalam atau orang luar. Jika ada para saudara yang mendengar issu yang mencurigakan mengenai hal ini, kami sangat senang, apa lagi jika bisa ditemukan. Saya tidak berkotbah tentang pencurian laptop ini, tapi ada kisah lain yang kurang lebih sama.
Konon kabarnya, ada seorang pemuda di sebuah kampung bernama Efron, maaf kalau ada yang kebetulan punya nama yang sama di sini. Efron ini sangat tidak disenangi oleh teman-teman sekampungnya. Mengapa? Karena Efron adalah seorang pencuri. Ayam-ayam tetangga banyak yang hilang dan tidak ada setan lain yang mengambil, kecuali seorang bernama Efron. Kalau pergi mandi ke sungai, atau pancuran, dan jika ada barang yang tertinggal, misalnya jam tangan, dompet, cincin, dlsb, pasti tidak bakalan dapat lagi, Efron pasti sudah mengamankannya. Suatu ketika, rumah Efron terbakar, dan mendengar berita itu penduduk kampung senang. “Syukur, biar tahu dia! Inilah hukman Tuhan atas segala kejahatannya. seharusnya dia ikut sekalian terbakar, biar tidak ada lagi pencuri di kampung ini”, begitu reaksi para warga.
Para saudara,
Begitulah pikiran manusia pada umumnya. Orang yang bersalah dan berdosa, harus menerima hukuman. Dalam bacaan I tadi, kita mendengar kisah nabi Yunus, seorang Israel, yang enggan diutus Tuhan ke kota Ninive untuk memaklumkan pertobatan. Mengapa Yunus enggan menjalankan tugas ini? Ninive adalah musuh buyutan Israel, dan sebagai seorang Israel, Yunus lebih senang menyaksikan kehancuran kota Ninive daripada pertobatan dan keselamatannya. Lain pikiran Yunus, lain pikiran Allah. Bagi Allah, bangsa Ninive sama seperti bangsa Israel, layak untuk dipanggil pada pertobatan dan keselamatan.
Melalui proses panjang, Yunus pun menjalankan misi setengah hati dan memaklumkan ancaman dari Allah: “Empat puluh hari lagi, maka Ninive akan ditunggangbalikkan”. Mendengar ancaman yang disampaikan oleh Yunus, penduduk Ninive menjadi sadar dan bertobat. Allah melihat perbuatan mereka dan bagaimana mereka berbalik dari jalan mereka yang durjana. Lalu kota itu tidak jadi dihancurkan oleh Allah karena pertobatan mereka.
Para saudara,
Injil pada hari ini memberikan gambaran yang sangat jelas tentang apa yang terjadi dalam suatu proses pertobatan. Melepaskan diri dari jaringan ‘jala-jala’ kehidupan kita; membebaskan diri dari keterikatan dan kesibukan duniawi agar dapat mengikuti Yesus dengan lebih leluasa. Seruan Yesus dalam Injil tadi, “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”, Simon Petrus menanggapi seruan dan panggilan Yesus ini: ia banting stir, dari penjala ikan menjadi penjala manusia; Yakobus dan Yohanes, meninggalkan ayah mereka di perahu, lalu mengikuti Tuhan. Pendek kata mereka meninggalkan cara hidup mereka yang lama dan masuk dalam cara hidup yang baru, yakni mengikuti Yesus secara total.
Bahasa Paulus dalam bacaan II hampir mirip: “orang-orang yang beristeri harus berlaku seolah-olah mereka tidak beristeri; orang-orang yang menangis seolah-olah tidak menangis; orang-orang yang bergembira seolah-olah tidak bergembira; dan orang-orang yang membeli seolah-olah tidak memiliki apa yang mereka beli”. Apa maksudnya? Maksudnya yakni: penyangkalan diri dan pembaharuan hidup. Mengikuti Tuhan, tidak boleh ragu-ragu dan setengah-setengah. Jika ragu2 makan akan bernasib seperti Yunus, masuk dalam perangkap perut ikan, dalam arti bahwa kita akan mengalami kesulitan2 dan perangkap2 duniawi.
Kisah nabi Yunus merupakan harapan bagi kita. Kalau orang-orang kafir di Ninive bisa selamat hanya karena warta seorang Yunus yang ragu-ragu dan bahkan pernah melarikan diri dari tugas perutusannya, betapa lebih lagi kita yang menggantungkan iman dan harapan pada SESEORANG, yakni Kristus yang tanpa ragu-ragu sedikit pun melaksanakan tugas perutusan-Nya dari Bapa-Nya, dan pada hari ini, Ia berseru kepada kita: “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”.
(P. Sam Gulô / Katedral/22-01-2011).***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar