Minggu, 29 Juli 2012

Lebih Dari Pada Sekedar Roti



Hari Minggu Biasa XVII, Tahun B

Para saudara,
Saya mempunyai pengalaman menarik ketika saya hendak mengikuti testing masuk  Seminari Tinggi di Pematangsiantar, pada thn 1988. Kami sudah mengikuti semua tes: tes IQ, pengetahuan umum, kepribadian, dll. Tinggallah tes kesehatan. Untuk tes kesehatan ini ada 2 macam, yaitu pemeriksaan secara medis  di RS dan uji ketahanan fisik. Selesai pemeriksaan kesehatan di RS, diteruskan dengan tes ketahanan fisik. Untuk tes ini, kami disuruh mengelilingi Pulau Samosir dengan berjalan kaki. Kami hanya diberi uang transport dari Siantar ke Parapat terus ke Tomok,  setelah itu berjalan kaki, dengan mencari keperluan sendiri. Jadi sekaligus mengemis. Kami dibagi dalam kelompok, setiap kelompok ada 5 orang.
Dari Tomok kami mulai berjalan dari sebelah kiri, terus keliling dan akhirnya sampai di Tomok lagi, selama 3 hari tiga malam. Ada perasaan was-was, mana kala jam sudah menunjukkan pukul 20.00 malam: dimana harus menginap? Biasanya kami mencari rumah-rumah orang sederhana atau orang miskin, dengan perkiraan tidak akan menolak kami. Umumnya mereka senang dan menerima kami. Hari terakhir itu, rumah yang kami tumpangi sangat sederhana, dindingnya papan yang sudah lapuk. Di rumah itu pas tidak ada persediaan beras, kami menikamati saja apa yang ada. Kami sangat senang tinggal di rumah itu, karena keluarga itu sangat baik dan  ramah.

Minggu, 22 Juli 2012

Beristirahatlah Sejenak


BERISTIRAHATLAH SEJENAK
Hari Minggu Biasa XVI, Tahun B

Para saudara,
Saya pernah mempunyai pengalaman buruk dengan sepeda motor. Kejadiannya pada tahun 1988, ketika saya menjadi pastor pembantu di Paroki      St. Bonifasius Alasa, Nias Utara, baru 4 bulan sesudah saya ditahbiskan menjadi pastor. Waktu itu kami sangat sibuk mempersiapkan kunjungan uskup, yang akan melayani pemberkatan Gereja dan Sakramen Krisma di Paroki itu. Waktu itu saya berkomunitas dengan pastor-pastor Xaverian di Pastoran St. Maria Gusit.
Rencana, pada jam 10 pagi saya melayani Sakramen pengakuan dosa kepada para calon Krisma di wilayah Alasa. Saya berangkat jam 08.00 pagi dari Gusit, dengan mengendarai sepeda motor GL Pro tua, dengan perhitungan  sampai di Alasa pada jam 09.30. Baru setengah jam perjalanan, tiba-tiba suara mesin sepeda motor, lama-kelamaan mengecil dan akhirnya mati. Setelah saya cek, ternyata bensinnya habis. Waktu itu belum ada jualan bensin di pinggir jalan, hanya ada di Gusit dan Alasa. Terpaksa, motor tadi saya tuntun, dengan harapan, ada yang berbelas kasih, yang akan menawarkan bensin,  tetapi setelah sekian lama menunggu, tidak ada juga. Setelah saya tuntun kira-kira 2 KM,  dari arah belakang terdengar ada suara truk, “Puji Tuhan”, kata saya spontan. Setelah berbicara dengan  sopir, akhirnya, saya diijinkan naik bersama dengan sepeda motor sampai di Alasa dengan membayar Rp 50 ribu. Saya baru sampai di Alasa pada jam 12 siang, dengan kondisi lapar, tapi untung para calon peniten sabar menunggu dan         Bpk. Lektor menghidangkan makanan enak pula.
Tapi hitung-hitung: saya rugi waktu, tenaga, dan uang. Pada saat itu bensin hanya Rp 2000/liter. Jadi uang yang 50 ribu itu setara dengan 200.000 ribu sekarangg. Peristiwa ini menjadi pengalaman berharga bagi saya. Mulai dari kejadian itu, kalau saya keluar dengan motor atau pun dengan  mobil selalu terlebih dahulu memeriksa bagaimana kondisi minyak.

Minggu, 15 Juli 2012

Kita Dipanggil dan Diutus


Hari Minggu Biasa XV, Tahun B

Para saudara,
Barangkali, kita masih ingat pasangan kembar siam dari negeri  Iran, yang bernama Ladan & Laleh, pada tahun  2003 lalu. Pada saat itu, berita bayi kembar siam ini, menjadi berita yang paling banyak diekspouse oleh media massa, dan bahkan menjadi berita dunia. Bayi kembar siam itu sendiri,  meninggal dunia pada 08 Juli 2003, setelah menjalani pembedahan di Singapura untuk memisahkan tengkorak dan otak mereka yang menyatu. Setelah meninggal, dikatakan bahwa  orang tua mereka sangat berduka dan bahkan dikatakan banyak orang di Iran termasuk Presidennya, ikut berduka dan menangis. Begitu pentingkah bayi cacat itu sehingga negeri Iran menangis dan dunia bersedih?
Dengan kisah ini, dan kisah-kisah lain yang sejenis, tampak bahwa mutu atau nilai hidup manusia itu tidak ditentukan oleh kegagahan, kecantikan dan ketampanan; juga apakah ia kaya dan berpendidikan, tetapi oleh totalitas atau keutuhan dirinya sebagai manusia secara keseluruhan, sebagai gambar dan citra Allah.

Minggu, 08 Juli 2012

Menerima Orang Lain

                                                  Hari Minggu Biasa XIV, Tahun B

Para saudara,
Dalam Harian Kompas, beberapa waktu lalu, dalam ruang Konsultasi Keluarga, terbacalah pengalaman pahit yang dialami oleh seorang gadis bernama Narti, nama samaran. Narti seorang perawat dari keluarga miskin di kampung, yang  bertugas di salah satu rumah sakit, dimana ia berkenalan dengan seorang dokter spesialis, yang berasal dari keluarga terpandang. Berbekal kecantikan, Narti berhasil memikat hati sang dokter. Perkenalan mereka berlanjut ke jenjang pernikahan. Narti begitu berbahagia, impiannya terwujut, dinikahi oleh dokter. Dalam sekejab, status Narti berubah total,  ia memiliki segalanya: rumah besar, mobil mewah, bisa rekreasi kemana saja, dlsb.
Beberapa waktu kemudian, Narti mendapat surat kaleng, yang nota bene berasal dari kaum kerabat sang suami, yang berisi ejekan: “Narti perempuan desa, tidak tahu diri, miskin dan berpendidikan rendah, seharusnya tidak layak menjadi istri dokter, yang berpendidikan tinggi, berasal dari keluarga terpandang, kaya dan punya jabatan penting”. Pada permulaan, Narti sangat terpukul dengan isi surat kaleng itu, tetapi berkat dukungan dan pengertian suaminya, Narti tetap bersemangat.

Minggu, 01 Juli 2012

T a l i t a K u m


Hari Minggu Biasa XIII, Tahun B

Para Saudara,
Seorang Ibu pernah bermimpi. Dalam mimpinya itu, suaminya berpenampilan seperti pengantin, memakai baju putih dan rapi. Sudah biasa, kalau ada mimpi-mimpi aneh seperti itu, mereka bertanya kepada orang pintar, paranormal atau dukun tentang arti mimpi itu. Ibu tadi menjumpai orang pintar atau paranormal dan menceritakan tentang mimpinya dan berharap akan mendapat penjelasan yang memuaskan tentang mimpinya itu.
Setelah bercerita panjang lebar kepada sang dukun, suasana hening, lalu mulut sang dukun mulai komat-kamit, mencoba menafsirkan mimpi itu. Menurut sang dukun, mimpi itu bisa berakibat sangat buruk. “Memakai pakaian pengantin, bisa berarti akan menderita suatu penyakit atau bahkan sampai pada kematian”, demikian sang dukun menjelaskan. Mendengar itu, ibu itu menjadi panik. Dan setelah bercerita kepada suaminya, suaminya lebih  panik lagi, gelisah, takut, nafsu makan berkurang, minat bekerja menurun. Tidak lama sesudah itu sang suami memang betul-betul jatuh sakit. Setelah beberapa bulan, penyakit sang suami makin parah, karena itu terpaksa dibawa ke rumah sakit. Pada saat itulah saya bertemu dan mendengar kisah itu. Saya mencoba meneguhkan suami istri itu, menganjurkan supaya jangan diingat-ingat dulu mimpi itu, sambil pasrah kepada Tuhan. Setelah itu saya mendoakan dan memberi perminyakan suci. Alhasil, bapak itu masih hidup sampai sekarang.