Minggu, 15 Juli 2012

Kita Dipanggil dan Diutus


Hari Minggu Biasa XV, Tahun B

Para saudara,
Barangkali, kita masih ingat pasangan kembar siam dari negeri  Iran, yang bernama Ladan & Laleh, pada tahun  2003 lalu. Pada saat itu, berita bayi kembar siam ini, menjadi berita yang paling banyak diekspouse oleh media massa, dan bahkan menjadi berita dunia. Bayi kembar siam itu sendiri,  meninggal dunia pada 08 Juli 2003, setelah menjalani pembedahan di Singapura untuk memisahkan tengkorak dan otak mereka yang menyatu. Setelah meninggal, dikatakan bahwa  orang tua mereka sangat berduka dan bahkan dikatakan banyak orang di Iran termasuk Presidennya, ikut berduka dan menangis. Begitu pentingkah bayi cacat itu sehingga negeri Iran menangis dan dunia bersedih?
Dengan kisah ini, dan kisah-kisah lain yang sejenis, tampak bahwa mutu atau nilai hidup manusia itu tidak ditentukan oleh kegagahan, kecantikan dan ketampanan; juga apakah ia kaya dan berpendidikan, tetapi oleh totalitas atau keutuhan dirinya sebagai manusia secara keseluruhan, sebagai gambar dan citra Allah.


Para saudara,
Dalam bacaan I tadi, kita mendengar cerita nabi Amos. Amos, hanyalah seorang peternak dan pengumpul buah ara hutan. Tetapi aneh, ia justru dipanggil oleh Allah untuk menyampaikan Sabda-Nya kepada bangsa Israel. Ini sesuatu yang kontradiksi dengan tradisi Israel sebelumnya. Dari antara 12 suku Israel, hanya suku Levi, yang ditentukan menjadi imam yang membawa persembahan dan berkotbah. Ada orang lain yang boleh, tetapi harus berguru dulu, mereka adalah Ahli Taurat dan Farisi. Maka tidak heran bahwa Amazia, imam di Betel, berkata kepada Amos: “Hai nabi, enyahlah ke tanah Yehuda! Carilah makananmu di sana dan bernubuatlah di sana”.  Bagi orang Israel, firman Tuhan yang begitu bernilai, tidak mungkin keluar dari mulut Amos, yang hanya seorang  peternak.
Tetapi Allah  berkehendak lain. Allah memanggil orang di luar suku Levi dan di luar golongan Ahli Taurat serta Farisi yang terpelajar untuk berbicara atas nama-Nya dan menyampaikan Sabda-Nya. Amos, seorang petani sederhana, merupakan salah seorang yang dipilih Allah. Jadi bagi Allah, mutu dan nilai hidup manusia tidak ditentukan oleh siapa orangnya, tampan, cantik, terpelajar, berkedudukan, dlsb, tetapi keutuhan diri manusia serta keterbukaan dan keterarahan hatinya akan panggilan Tuhan.
Para saudara,
Dalam bacaan Injil tadi, menjadi semakin jelas persoalannya. Ketika Yesus datang ke dunia mewartakan Kerajaan Sorga, Ia mulai memilih orang-orang yang dapat menolong dan membantu-Nya serta meneruskan karya-Nya sesudah Dia sendiri tidak ada lagi di dunia ini, yang kelak disebut sebagai rasul.
Yesus juga tidak memilih para rasul-Nya dari suku Levi dan orang-orang terpelajar, seperti ahli Taurat dan kaum Farisi. Ia justru memilih rasul-rasul-Nya dari kalangan biasa: para nelayan yang sederhana dan bahkan dari kalangan yang sudah dicap sebagai pendosa besar yang cacat jati dirinya, misalnya Mateus, mantan pemungut cukai. Mereka inilah yang diutusnya untuk mewartakan pertobatan; mengusir setan-setan; dan menyembuhkan penyakit.

Para saudara,
Begitulah situasi awal pewartaan Gereja, karena memang dimulai dari penjelmaan Allah menjadi manusia dalam diri Yesus yang telah menjadi kecil dan hina seperti kita. Dan justru karena itu, Gereja juga harus memiliki misi seperti itu. Maka ada istilah: ‘option for the poor’, artinya Gereja yang berpihak pada kaum lemah miskin.
Pertanyaan untuk kita: bagaimana kita menjawabi dan menanggapi realitas itu bahwa Gereja kita adalah Gereja yang berpihak kepada kaum miskin? Miskin seperti Yesus sendiri yang tidak punya tempat untuk meletakkan kepala-Nya; sederhana tetapi ada keterbukaan hati akan panggilan Tuhan, seperti nabi Amos dan para rasul; hina dan cacat seperti Matius pemungut cukai atau seperti Ladan dan Laleh.  Mau tidak mau, suka atau tidak suka, itulah misi Gereja kita.
Di sekitar kita banyak orang sakit dan cacat seperti Ladan dan Laleh; banyak orang yang lemah dan mati imannya karena permasalahan kemiskinan dan sebab-sebab lain; banyak setan yang merusak keutuhan rumah tangga dan Gereja, misalnya: judi, minuman keras, premanisme, dlsb. Pada hari ini Yesus mengutus kita berdua-dua; saling bergandengan tangan, berjalan bersama untuk menghibur, menguatkan, menyembuhkan dan  membebaskan mereka dari situasi seperti itu. Hanya dengan demikian, maka Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus dan para rasul dahulu, menjadi nyata dan konkrit.  (Katedral/P. Sam Gulô/15-07-2012).***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar