Hari Minggu Biasa XV, Tahun B
Para saudara,
Barangkali, kita masih ingat pasangan kembar siam
dari negeri Iran, yang bernama Ladan
& Laleh, pada tahun 2003 lalu. Pada
saat itu, berita bayi kembar siam ini, menjadi berita yang paling banyak diekspouse oleh media massa, dan bahkan
menjadi berita dunia. Bayi kembar siam itu sendiri, meninggal dunia pada 08 Juli 2003, setelah
menjalani pembedahan di Singapura untuk memisahkan tengkorak dan otak mereka
yang menyatu. Setelah meninggal, dikatakan bahwa orang tua mereka sangat berduka dan bahkan
dikatakan banyak orang di Iran termasuk Presidennya, ikut berduka dan menangis.
Begitu pentingkah bayi cacat itu sehingga negeri Iran menangis dan dunia
bersedih?
Dengan kisah ini, dan kisah-kisah
lain yang sejenis, tampak bahwa mutu atau nilai hidup manusia itu tidak
ditentukan oleh kegagahan, kecantikan dan ketampanan; juga apakah ia kaya dan
berpendidikan, tetapi oleh totalitas atau keutuhan dirinya sebagai manusia
secara keseluruhan, sebagai gambar dan citra Allah.
Para saudara,
Dalam bacaan I tadi, kita mendengar cerita nabi
Amos. Amos, hanyalah seorang peternak dan pengumpul buah ara hutan. Tetapi
aneh, ia justru dipanggil oleh Allah untuk menyampaikan Sabda-Nya kepada bangsa
Israel. Ini sesuatu yang kontradiksi dengan tradisi Israel sebelumnya. Dari
antara 12 suku Israel, hanya suku Levi, yang ditentukan menjadi imam yang
membawa persembahan dan berkotbah. Ada orang lain yang boleh, tetapi harus
berguru dulu, mereka adalah Ahli Taurat dan Farisi. Maka tidak heran bahwa
Amazia, imam di Betel, berkata kepada Amos: “Hai
nabi, enyahlah ke tanah Yehuda! Carilah makananmu di sana dan bernubuatlah di
sana”. Bagi orang Israel, firman
Tuhan yang begitu bernilai, tidak mungkin keluar dari mulut Amos, yang hanya seorang peternak.
Tetapi Allah berkehendak lain. Allah memanggil orang di
luar suku Levi dan di luar golongan Ahli Taurat serta Farisi yang terpelajar
untuk berbicara atas nama-Nya dan menyampaikan Sabda-Nya. Amos, seorang petani
sederhana, merupakan salah seorang yang dipilih Allah. Jadi bagi Allah, mutu
dan nilai hidup manusia tidak ditentukan oleh siapa orangnya, tampan, cantik,
terpelajar, berkedudukan, dlsb, tetapi keutuhan diri manusia serta keterbukaan
dan keterarahan hatinya akan panggilan Tuhan.
Para saudara,
Dalam bacaan Injil tadi, menjadi
semakin jelas persoalannya. Ketika Yesus datang ke dunia mewartakan Kerajaan
Sorga, Ia mulai memilih orang-orang yang dapat menolong dan membantu-Nya serta
meneruskan karya-Nya sesudah Dia sendiri tidak ada lagi di dunia ini, yang
kelak disebut sebagai rasul.
Yesus juga tidak memilih para
rasul-Nya dari suku Levi dan orang-orang terpelajar, seperti ahli Taurat dan
kaum Farisi. Ia justru memilih rasul-rasul-Nya dari kalangan biasa: para
nelayan yang sederhana dan bahkan dari kalangan yang sudah dicap sebagai
pendosa besar yang cacat jati dirinya, misalnya Mateus, mantan pemungut cukai.
Mereka inilah yang diutusnya untuk mewartakan pertobatan; mengusir setan-setan;
dan menyembuhkan penyakit.
Para saudara,
Begitulah situasi awal pewartaan
Gereja, karena memang dimulai dari penjelmaan Allah menjadi manusia dalam diri
Yesus yang telah menjadi kecil dan hina seperti kita. Dan justru karena itu,
Gereja juga harus memiliki misi seperti itu. Maka ada istilah: ‘option for the poor’, artinya Gereja
yang berpihak pada kaum lemah miskin.
Pertanyaan untuk kita: bagaimana
kita menjawabi dan menanggapi realitas itu bahwa Gereja kita adalah Gereja yang
berpihak kepada kaum miskin? Miskin seperti Yesus sendiri yang tidak
punya tempat untuk meletakkan kepala-Nya; sederhana tetapi ada keterbukaan
hati akan panggilan Tuhan, seperti nabi Amos dan para rasul; hina dan cacat
seperti Matius pemungut cukai atau seperti Ladan dan Laleh. Mau tidak mau, suka atau tidak suka, itulah
misi Gereja kita.
Di sekitar kita banyak orang sakit dan cacat
seperti Ladan dan Laleh; banyak orang yang lemah dan mati imannya karena
permasalahan kemiskinan dan sebab-sebab lain; banyak setan yang merusak
keutuhan rumah tangga dan Gereja, misalnya: judi, minuman keras, premanisme,
dlsb. Pada hari ini Yesus mengutus kita berdua-dua; saling bergandengan tangan,
berjalan bersama untuk menghibur, menguatkan, menyembuhkan dan membebaskan mereka dari situasi seperti itu. Hanya
dengan demikian, maka Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus dan para rasul
dahulu, menjadi nyata dan konkrit. (Katedral/P. Sam Gulô/15-07-2012).***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar