Minggu, 23 September 2012

Hendaklah Kita Menjadi Seperti Anak-Anak



Hari Minggu Biasa XXV Tahun B

Para saudara,
Pada suatu hari, sekelompok binatang, berkumpul di lapangan. Binatang-binatang tersebut berkumpul dengan tujuan hendak menyaksikan adu kepandaian antara katak dan kerbau. Sang katak yang tidak melihat kemampuannya dan keadaan dirinya, mengajak kerbau besar untuk saling membesarkan perut sebesar mungkin. Siapa yang menang akan mendapat hadiah yang menarik, yakni menjadi kepala security di daerah perbatasan. Rupanya, tantangan katak diterima dengan baik oleh kerbau.
Mula-mula kerbau membesarkan perutnya semampunya.  Setelah kerbau selesai, katak pun memulai aksinya; membesarkan perut dengan sekuat mungkin, tetapi tidak disesuaikan dengan keadaan perutnya. Dengan dilandasi sifat ingin dipuji dan mengalahkan kerbau; perut katak mulai membesar, … mengecil, … agak besar, besar, … dan prak….  Karena tidak mengingat kemampuannya, katak mati dengan perut terpecah. Sungguh sangat mengenaskan.
Itu hanya sekedar contoh saja! Sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari, ada banyak orang yang sering berperilaku seperti katak tadi. Kita sering bertindak di luar kemampuan kita, dengan maksud supaya kita dipuji dan disoraki orang; untuk menunjukkan bahwa kita pun bisa!  Kalau dia bisa, kenapa saya tidak?! Kalau kerbau bisa memiliki perut besar, maka katak pun merasa bisa memiliki perut sebesar itu.


Para saudara,
Para murid juga pernah dirasuki sikap ini, seperti yang kita dengar dalam Injil tadi. Di tengah perjalanan, ketika sedang melintasi daerah Galilea; mereka bertengkar soal siapa yang terbesar di antara mereka. Masing-masing merasa diri bisa, mampu, punya kelebihan dan keunggulan, dan karena itu juga merasa diri pantas sebagai pemimpin dan komando kelompok.  Yesus tahu kalau ada ketegangan di antara para murid. Maka Ia mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah dan berkata: “Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, melainkan Dia yang mengutus Aku”.
Dengan melakukan seperti itu, Yesus mengharapkan agar para murid-Nya, punya sifat seperti anak-anak. Bukan  anak-anak dalam arti harafiah, tetapi anak-anak dalam arti simbolis, rendah hati, sabar dan mau melayani. Ini yang lebih penting! Yesus menjauhkan para murid-Nya dari sikap saling memata-matai, saling mengalahkan dan saling menaklukan.  Sebab sikap saling memata-matai, saling mengalahkan dan saling menaklukan, merupakan pekerjaan orang-orang jahat. Itulah yang diungkapkan dalam bacaan I tadi, orang-orang jahat  bermufakat menjatuhkan orang-orang benar: “Mari kita hadang si jujur dan kita lihat apakah benar perkataannya, serta kita saksikan bagaimana kematianannya”. Jadi orang-orang jahat ini menginginkan kehancuran dan kematian bagi orang-orang jujur atau orang lain. Ini sungguh suatu sikap yang tidak terpuji. Seharusnya sebagai manusia, kita menginginkan kebaikan dan keselamatan bagi sesama, dan bukan kehancurannya.

Para saudara,
Kita masing-masing memiliki tugas, fungsi dan jabatan tertentu. Bahwa ada yang menjadi pemimpin, ketua dan kepala,  tetapi ada pula yang dipimpin,  menjadi anggota serta bawahan. Ada  yang ditokohkan atau dituakan karena kharismanya, tetapi ada pula yang menjadi rakyat biasa. Itu realitas yang tidak bisa dihindari. Tetapi bagi kita orang Kristen, jabatan dan kedudukan apa pun, hal itu bukan untuk menyombongkan diri, bukan untuk main kuasa, bukan untuk menekan, mengalahkan, apa lagi untuk menjajah orang lain. Itu semua harus  kita lihat dalam bingkai dan sisi pelayanan. Dengan kata lain, fungsi-fungsi dan pekerjaan apa pun, bagi kita, hanya bermakna dan berarti sejauh kita mampu memanfaatkannya sebagai sarana pelayanan bagi sesama dan bagi Tuhan.
Kata-kata Yesus kepada para murid-Nya: “Jika seorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya”. Pagi ini, Yesus meminta kita, atau sekurang-kurangnya mengingatkan kita, supaya memandang dan menjadikan seluruh tugas, aktifitas dan karya kita sebagai sarana pelayanan. Pelayanan yang disertai dengan sikap jujur, terbuka dan rendah hati, seperti Yesus sendiri. Apakah kita berusaha untuk sehati dan sejiwa dengan Yesus? Ini kita mohonkan dalam perayaan Ekaristi suci hari ini, yang merupakan korban Kristus sendiri. (Katedral/P. Sam GulĂ´/23-09-2012).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar